MUSLIMMENJAWAB.COM – Sebelumnya kita telah sedikit mengulas mengenai riwayat yang dicatat dalam Sahih Muslim terkait 12 pemimpin atau khalifah setelah Nabi Muhammad SAW. Kali ini kita akan membahas riwayat yang serupa dari sumber yang lainnya serta keterkaitannya dengan Syiah.
Dari Sahih Bukhari:
روي عن جابر بن سمرة قال: سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول: يكون اثنا عشر أميرا فقال: كلمة لم أسمعها، فقال أبي إنه قال: كلهم من قريش
Dari Jabir bin Samurah, berkata: “Aku mendengar Nabi SAW berkata: ‘Akan ada dua belas Amir (pemimpin),’ lalu ia mengatakan sebuah kalimat yang aku tidak (dapat) mendengarnya. Kemudian ayahku berkata: ‘semuanya dari Quraisy’”.[1]
Begitu pula yang tercantum dalam Musnad Ahmad.
Adapun dalam kitab hadis Syiah salah satunya dicatat oleh Syekh Shaduq antara lain:
عن جابر بن سمرة قال: كنت مع أبي عند النبي (صلى الله عليه وآله) فسمعته يقول: يكون بعدي اثنا عشر أميرا،ثم أخفى صوته، فقلت لأبي: ما الذي أخفى رسول الله (صلى الله عليه وآله)؟ قال: قال: كلهم من قريش
Dari Jabir bin Samurah, berkata: “Aku bersama ayahku di sisi Nabi SAW, lalu aku mendengarnya berkata: ‘Akan ada setelahku dua belas Amir (pemimpin),’” kemudian beliau menyamarkan suaranya. Lalu aku berkata pada ayahku: “Apa yang disamarkan oleh Rasulullah SAW?” ia berkata bahwa (Nabi) berkata: “Semuanya dari Quraisy.”[2]
Keterangan-keterangan dalam beberapa riwayat yang serupa terkadang muncul dengan istilah yang beragam. Seperti dalam riwayat di atas, Nabi menggunakan kata Amir, sementara itu, kata Khalifah, Washi (pengemban wasiat) atau Imam pada yang lainnya. Meski dari segi bahasa secara rinci memiliki perbedaan, namun realisasinya adalah objek yang sama.
Alhasil, sampainya riwayat-riwayat yang menyatakan keberadaan 12 pemimpin dari Quraisy sepeninggal Nabi Muhammad SAW ini, menjadi sebuah bukti keselarasan antara keyakinan yang dimiliki Syiah -sebagaimana yang didefinisikan oleh sebagian ulama seperti Muhammad Abdul Karim al-Syahrastani, Ibnu Hazm, Ibnu Khaldun, Sayyid Syarif Al-Jurjani serta yang lainnya- dengan riwayat-riwayat tersebut.
Dalam penjelasannya tentang Syiah, mereka menyatakan bahwa kelompok ini selain meyakini kekhilafahan atau kepemimpinan Ali bin Abi Thalib AS, juga meyakini bahwa estafet khilafah itu akan terus berlanjut pada keturunan beliau, yang artinya ini sesuai, semuanya adalah dari Quraisy.
Di samping itu terdapat riwayat-riwayat lain yang secara lebih spesifik menjelaskan siapa-siapa saja yang dimaksud oleh Nabi serta memperkuat isyaratnya mengarah kepada Imam Ali AS beserta keturunannya.
Seperti halnya yang dicatat oleh Sulaiman al-Qunduzi al-Hanafi dalam kitabnya Yanabi’ul Mawaddah.
عن جابر قال: قال رسول الله (ص): انا سید النبیین وعلی سیدالوصیین، إن اوصیائی بعدی إثنا عشر اولهم علی و آخرهم القائم المهدی
Dari Jabir, berkata: “Rasulullah bersabda: ‘Aku adalah penghulu para Nabi dan Ali adalah penghulu para washi (pengemban wasiat), sesungguhnya para washiku ada dua belas, yang pertama dari mereka adalah Ali dan yang terakhir adalah al-Mahdi.’”[3]
Di sini istilah yang dipakai adalah Washi yang secara bahasa mempunyai makna penerima atau pengemban wasiat.
عن علي كرم الله وجهه قال: قال رسول الله (ص) من أحب أن يركب سفينة النجاة و يستمسك بالعروة الوثقى و يعتصم بحبل الله المتين فليوال عليا و ليعاد عدوه وليأتم بالأئمة الهداة من ولده فإنهم خلفائي وأوصيائي
Dari Ali KWJ, berkata: “Rasulullah bersabda: ‘Barangsiapa yang ingin menaiki bahtera keselamatan, bertaut pada pegangan yang kuat, berpegang erat pada tali Allah yang kokoh, maka hendaknya ia ber-wilayah (mengikuti) Ali dan memusuhi musuhnya, serta mengikuti para Imam penunjuk dari keturunannya. Sesungguhnya mereka adalah para khalifah dan washiku….”[4]
Dalam riwayat di atas secara lugas dan jelas dijelaskan siapa yang dimaksud para pemimpin setelah Nabi SAW, bahkan penyebutannyapun menggunakan istilah Khalifah. sehingga menjawab ke-mubhaman riwayat-riwayat yang hanya menyebutkan jumlah dan asal mereka.
Begitu pula dalam riwayat lainnya:
عن ابن عباس-رضي اللّه عنه-قال: قدم يهودي على رسول اللّه صلى اللّه عليه و سلم يقال له: نعثل، فقال له: يا محمد إنّي أسألك عن أشياء تلجلج في صدري منذ حين فإن أجبتني عنها أسلمت على يدك. قال: سل يا أبا عمارة. قال: يا محمد صف لي ربّك. فقال عليه السلام: إن الخالق لا يوصف إلاّ بما وصف به نفسه، و كيف يوصف الخالق الذي يعجز الأوصاف أن يدركه، و الأوهام أن تناله و الخطرات أن تحدّه، و الأبصار الإحاطة به، جلّ عمّا يصفه الواصفون. نأى في قربه، و قرب في نأيه. كيّف الكيف فلا يقال له كيف، و أيّن الأين فلا يقال له أين، هو منقطع الكيفوفيّة و الأينونيّة. فهو الواحد الصمد كما وصف نفسه، و الواصفون لا يبلغون نعته، لم يلد و لم يولد و لم يكن له كفوا أحد. قال: صدقت يا محمد فأخبرني عن قولك: «إنّه واحد لا شبيه له» أ ليس اللّه تعالى واحدا و الإنسان واحد؟ فوحدانيّته قد أشبهت وحدانية الإنسان؟ ! . فقال عليه السلام: اللّه تعالى واحد أحديّ المعنى و الإنسان واحد ثنائي المعنى: جسم و عرض و بدن و روح و إنما التشبيه في المعاني لا غير. قال: صدقت يا محمد فأخبرني عن وصيّك من هو؟ فما من نبيّ إلا و له وصيّ، و إنّ نبيّنا موسى بن عمران أوصى إلى يوشع بن نون. فقال: نعم إن وصيّي و الخليفة من بعدي عليّ بن أبي طالب عليه السلام و بعده سبطاي: الحسن ثم الحسين يتلوه تسعة من صلب الحسين أئمة أبرار. قال: يا محمد فسمّهم لي. قال: نعم إذا مضى الحسين فابنه عليّ فإذا مضى عليّ فابنه محمد، فإذا مضى محمد فابنه جعفر، فإذا مضى جعفر فابنه موسى، فإذا مضى موسى فابنه عليّ، فإذا مضى عليّ فابنه محمد ثم ابنه عليّ ثم ابنه الحسن ثمّ الحجّة ابن الحسن، فهذه اثنا عشر أئمة عدد نقباء بني إسرائيل
Dalam sebuah riwayat yang cukup panjang dari Ibnu Abbas RA, Nabi SAW ditanya oleh seorang Yahudi mengenai hal-hal yang mengganjal dihatinya mengenai Allah SWT dan manusia hingga sampai pada pertanyaannya: “..kabarkan kepadaku tentang washimu, siapa dia? Tidak ada seorang Nabi melainkan ia memiliki washi. Dan nabi kami Musa bin Imran telah mewasiatkan kepada Yusya bin Nun.” Nabi berkata: “Benar, sesungguhnya washiku dan khalifah setelahku adalah Ali bin Abi Thalib dan setelahnya, kedua cucuku; Hasan kemudian Husein setelahnya sembilan orang dari sulbi Husein, para Imam yang saleh…” [5]
Adapun dalam riwayat Syiah sendiri terkait masalah ini salah satunya dalam doa yang berasal dari Imam Musa bin Jafar AS (Imam ke-7) dinukil oleh Syekh Shaduq[6] dan Syekh Kulaini[7]:
رَوَى عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جُنْدَبٍ عَنْ مُوسَى بْنِ جَعْفَرٍ ع أَنَّهُ قَالَ: تَقُولُ فِی سَجْدَةِ الشُّکْرِ اللَّهُمَّ إِنِّی أُشْهِدُکَ وَ أُشْهِدُ مَلَائِکَتَکَ وَ أَنْبِیَاءَکَ وَ رُسُلَکَ وَ جَمِیعَ خَلْقِکَ أَنَّکَ أَنْتَ اللَّهُ رَبِّی وَ الْإِسْلَامَ دِینِی وَ مُحَمَّداً نَبِیِّی وَ عَلِیّاً وَ الْحَسَنَ وَ الْحُسَیْنَ – وَ عَلِیَّ بْنَ الْحُسَیْنِ وَ مُحَمَّدَ بْنَ عَلِیٍّ وَ جَعْفَرَ بْنَ مُحَمَّدٍ وَ مُوسَى بْنَ جَعْفَرٍ وَ عَلِیَّ بْنَ مُوسَى وَ مُحَمَّدَ بْنَ عَلِیٍّ – وَ عَلِیَّ بْنَ مُحَمَّدٍ وَ الْحَسَنَ بْنَ عَلِیٍّ وَ الْحُجَّةَ بْنَ الْحَسَنِ بْنِ عَلِی أَئِمَّتِی بِهِمْ أَتَوَلَّى وَ مِنْ أَعْدَائِهِمْ أَتَبَرَّأُ
Abdullah bin Jundab meriwayatkan dari Musa bin Ja’far AS, bahwasannya ia berkata: “Hendaknya kamu membaca dalam sujud syukur: ‘Aku bersaksi pada-Mu, bersaksi pada para malaikat-Mu, pada para Nabi dan utusan-Mu serta seluruh ciptaan-Mu bahwasannya Engkau ialah Allah Tuhanku, Islam agamaku, Muhammad Nabiku dan Ali, Hasan, Husein, Ali bin Husein, Muhammad bin Ali, Ja’far bin Muhammad, Musa bin Ja’far, Ali bin Musa, Muhammad bin Ali, Ali bin Muhammad, Hasan bin Ali dan al-Hujjah bin Hasan bin Ali adalah para imamku..”
Riwayat di atas merupakan riwayat yang hasan namun seperti sahih, berdasarkan keterangan Allamah Majlisi.[8] Sementara itu Syekh Ahmad al-Mahuzi dalam kitab Arbaun Hadisan Mu’tabaran menyebutnya sebagai sahih.[9]
Alhasil dari semua penjelasan di atas, membenarkan kenyataan bahwa syiah adalah kelompok yang meyakini Ali bin Abi Thalib dan keturunannya -yang telah disebutkan- sebagai para pelanjut kepemimpinan Nabi SAW. Hal ini bukanlah sebuah klaim yang tidak berasas, melainkan memiliki pondasi kuat yang berasal dari berbagai sumber mu’tabar yang ada. InsyaAllah akan dikupas secara lebih lanjut pada seri-seri berikutnya.
[1] Sahih Bukhari, hal: 1378, No: 7222,7223, Baitul Afkar ad-Dauliyah.
[2] Al-Amali Li Syekh as-Shaduq, hal: 387-388, Muassasah al-Bi’tsah.
[3] Yanabi’ul Mawaddah, hal: 503-505, Muassasah al-A’lami Lil Mathbuat, Beirut.
[4] Ibid.
[5] Faraid as-Simthain, hal: 133-134, Muassasah al-Mahmudi, Beirut.
[6] Man La Yahdhuruh al-Faqih, jil: 1, hal: 232, Muassasah al-A’lami Lil Mathbuat, Beirut.
[7] Furu’ al-Kafi, jil:1, hal: 312, Dar at-Ta’arif Lil Mathbuat, Beirut.
[8] Raudhatul Muttaqin Fi Syarh Man La Yahdhuruhul Faqih, jil: 4, hal 28, Dar al-Kutub al-Arabi.
[9] Arbaun Hadisan Mu’tabaran Fin Nash Alal Aimmah al-Itsna Asyar Bi Asma’ihim, hal: 30 Maktabab at-Tsaqalain.