Muslimmenjawab.com – Melakukan sujud di atas tanah bukan di atas sajadah shalat, merupakan satu dari sekian banyak masalah yang selalu diperdebatkan oleh pengikut Mazhab Sunni dan Syiah.
Amalan ini kerap sekali dianggap sebagi tolok ukur kesesatan fikih Ahlulbait bahkan lebih dari itu hal ini tidak jarang dijadikan sebagi barometer kesyirikan aqidah Syiah.
Untuk itu dirasa perlu mengkaji serta meneliti literatur yang ada untuk kemudian dapat menilai keabsahan amalan tersebut. Mengingat bahwa cara shalat Nabi SAWW merupakan dalil paling tepat untuk dijadikan landasan amalan Kaum Muslimin, maka pada tulisan kali ini penulis akan memaparkan beberapa riwayat tentang shalat Rasulullah SAWW terkhusus riwayat yang berkaitan dengan tempat sujud beliau.
Bukhari dalam kitabnya memuat satu riwayat yang menyatakan bahwa secara umum tanah diperuntukkan sebagi tempat sujud. Lebih dari itu disebutkan juga bahwa hal tersebut merupakan salah satu hal yang dikhususkan untuk Nabi Muhammad SAWW bukan untuk ummat sebelumnya: … dan telah dijadikan bagi ku tanah sebagai tempat sujud dan pembersih.[1]
Dalam sebuah riwayat lain, Imam Ahmad bin Hanbal menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAWW secara spesifik sujud di atas tanah: “Saya melihat Rasulullah SAWW sujud di atas tanah dengan meletakkan kening dan hidungnya dalam sujud.”[2]
Selain di atas tanah Nabi juga pernah melakukan sujud di atas batu. Hakim Naisaburi meriwayatkan dari Ibn Abbas RA: Sesungguhnya Nabi SAWW telah melakukan sujud di atas batu.”[3]
Literatur-literatur yang telah disebutkan di atas secara gamblang menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAWW telah melakukan sujud di atas tanah dan batu yang tentu saja merupakan bagian dari permukaan tanah.
Oleh karena itu sujud di atas tanah tidak dapat dijadikan sebagai alasan untuk penyesatan dan pemusyrikan mazhab tertentu. Lebih dari itu perlu ditekankan bahwa sujud di atas tanah justru merupakan sunnah serta ajaran Nabi Muhammad SAWW.
[1] Bukhari, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail, al-Jami’ al-Shahih, jil: 1, hal: 126, cet: al-Mathbaah al-Salafiah wa Maktabuha, Qairo.
[2] Hanbali, Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, jil: 31, hal: 156, cet: Muassasah al-Risalah.
[3] Hakim Naisaburi, Abi ‘Abdillah Muhammad bin Abdullah, al-Mustadrak ‘Ala al-Shahihain, jil: 1, hal: 646, cet: Dar al-Kutub al-ilmiah, Beirut.