Apakah Semua Sahabat Nabi Itu Adil?

MUSLIMMENJAWAB.COM Tak diragukan lagi, hampir semua ulama bersepakat, bahwa sahabat nabi adalah mereka yang hidup sezaman dan pernah bertemu dengannya.

Lebih dari itu, sahabat nabi adalah mereka yang beriman kepadanya dan menjadi seorang muslim, sekalipun Nabi Saw. telah meninggal dunia.[1]

Read More

Dari sini, lalu muncul sebuah pertanyaan, apakah semua sahabat nabi itu adil?  

Untuk menjawab pertanyaan ini, penulis hendak menghadirkan dua sudut pandang dari dua kubu mazhab Islam terbesar dunia, yaitu Sunni dan Syiah.

Dengan membawakan sudut padang mereka terkait dengan keadilan sahabat nabi, tak lain sebagai bentuk penilaian kita terhadap keduanya.

Sehingga kita tak mudah memendam amarah, terlebih kepada mazhab Syiah, lantaran keyakinan mazhab ini tentang sahabat nabi berseberangan dengan penganut Sunni dan Wahabi.

Kebanyakan ulama-Sunni dan wahabi meyakini bahwa setiap sahabat adalah adil,[2] meski ada beberapa segelintir dari mereka yang tak sependepat dengan ulama kebanyakan, semisal Ibnu Abil Hadid.

Karenanya, ada kalimat yang cukup familiar di antara mereka yang berbunyi, Kullu Shahabah Aadilun (Setiap sahabat nabi itu adil).

Adapun ulama-Syiah berpendapat bahwa tidak semua sahabat nabi itu adil. Dengan alasan, mereka memandang bahwa sahabat nabi tak ubahnya seperti manusia biasa.

Maka, di antara mereka ada kemungkinan terjerembab ke dalam lubang yang negatif. Meski begitu, ada beberapa sahabat nabi yang adil dan jauh dari keburukan.

Nah, atas dasar itu, tak heran jika Mazhab Syiah diserang dari berbagai sisi, lantaran dianggap merendahkan sahabat nabi atas keyakinannya itu.

Namun, meski begitu mereka tak gentar menghadapi serangan-serangan itu, sebab apa yang mereka yakini, ternyata juga terdapat di dalam buku-buku primer hadis Sunni, seperti Sahih Bukhari-Muslim.

Sebagaimana yang diriwayatkan Muslim di dalam Sahih-nya, yang dinukil dari Rasulullah Saw., yang berbunyi sebagai berikut, “Di anatara sahabatku ada dua belas orang yang munafik. Delapan orang di antara mereka tidak akan masuk ke surga.”[3]

Setelah membaca hadis nabi di atas yang diriwayatkan oleh Muslim di dalam Sahih-nya, mari sejenak kita rernungkan ayat Al-Quran berikut ini.  

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.” (QS. An-Nisa: 145).

Sebagaimana yang telah disebutkan di dalam hadis nabi di atas, bahwa ada di antara sahabatnya yang munafik, maka berangkat dari ayat di atas, setiap orang menuafik tempatnya adalah neraka, termasuk sahabatnya yang munafik itu.

Maka, yang menjadi pertanyaan adalah, kenapa mereka meyakini bahwa setiap sahabat itu adil?

Kemudian, mari kita simak ayat ini, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat: 6).

Terkait dengan ayat di atas, Ibnu Atsir Jazari mengatakan bahwa ayat itu diturunkan untuk seorang sahabat bernama Walid bin Uqbah.

Menurut catatan sejarah, kala itu Nabi Saw. menyuruhnya untuk mengambil uang zakat dari kabilah Bani Mustalak. Berangkatlah ia ke sana.

Orang-orang Bani Mustalak pun dengan antusias beriap-siap menyambutnya, sebagai wakil nabi yang hendak mengambil zakat mereka.

Namun, di pertengahan jalan, Walid bin Uqabah mengira kalau-kalau Bani Mustalak hendak membunuhnya, padahal tidak demikian. Maka, ia langsung putar-balik dan menghadap Rasulullah Saw.

Saat ia sampai di hadapan nabi, ia langsung melaporkan bahwa Bani Mustalak tidak mau membayarkan zakatnya. Atas peristiwa ini, maka turunlah surah Al-Hujurat ayat 6 ini.

Ibnu Katsir Dimasyqi terkait dengan ayat 6 surah Al-Hujurat, memberi sebuah tanggapan, bahwa ia menulis di dalam Tafsir Ibnu Katsir, ada sejumlah orang Salaf  yang bersaksi bahwa ayat tersebut turun untuk Walid bin Uqbah.

Di antara orang-orang Salaf itu adalah, Ibnu Abil Laili, Yazid bin Ruman, Ad-Dahak dan Maqotil bin Hayyan dan sejumlah Salaf lainnya.[4]

Terkait dengan rekam jejak kehidupan Walid bin Uqbah, Ibnu bin Abdul Bar juga menuliskan di di dalam bukunya yang berjudul al-Isti’ab, bahwa Walid digambarkan sebagai pribadi yang sering meminum minuman keras. Selain itu, ia juga pernah melakukan salat subuh sebanyak empat rakaat.[5]

Setelah kita tahu bahwa ayat ini ditujukan kepada sahabat nabi bernama Walid bin Uqbah, maka tanpa ragu kita akan mengatakan bahwa ia adalah fasik. Fasik tentu bertolak belakang dengan adil.

Maka, lagi-lagi kita harus merenungkan pertanyaan ini, kenapa mereka masih meyakini bahwa semua sahabat nabi adalah adil, sedang al-Quran dan sejarah telah membuktikan, bahwa ada di antara mereka yang juga buruk dan fasik?

Akhir kata, mungkin ini hanya secuil dari riwayat-riwayat yang mengkonfirmasi tentang tidak semua sahabat nabi itu adil. Tentu masih banyak riwayat senada yang tak mungkin dituangkan di halaman terbatas ini. Semoga, kita selalu mendapat taufik dari-Nya. Ilahi Amin.


[1] Ibnu Hajar Asqalani, Al-Ishabah, Juz 1, Hal. 158

[2] Ibnu Hajar Asqalani, Al-Ishabah, Juz 1, Hal. 162

[3] Sahih Muslim, Kitabu Sifatil Munafikin, wa Ahkamuhum, hadis 2779

[4] Tafsir Ibnu Katsir, juz 7, hal. 347

[5] Al-Isti’shab, Ibn Abdul Bar, juz 4, hal. 115

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *