Sosok Nabi Bersih dari Segala Hal yang Membuat Orang Menjauh

MUSLIMMENJAWAB.COM – Tujuan utama pengutusan para nabi ialah menggiring manusia untuk berjalan pada jalan yang ditetapkan oleh Allah swt, yaitu jalan kebenaran dan kesempurnaan bagi manusia itu sendiri.

Di sini Allah swt sebagai sang pencipta yang maha bijaksana juga Dzat yang paling mengenal manusia, ketika mengutus para nabi yang berasal dari mereka (manusia) serta ditugaskan dengan tanggung jawab berat membawa manusia pada tujuan asli penciptaannya, maka tentunya langkah ini sesuai dengan hikmah dan kebijaksanaan Allah swt.

Read More

Artinya dari sisi Allah swt sebagai pemberi hidayah, Dia telah memberikan semua syarat atau perangkat yang dibutuhkan untuk supaya manusia mendapat hidayah-Nya. Allah swt berfirman:

رُسُلًا مُّبَشِّرِيْنَ وَمُنْذِرِيْنَ لِئَلَّا يَكُوْنَ لِلنَّاسِ عَلَى اللّٰهِ حُجَّةٌ ۢ بَعْدَ الرُّسُلِ ۗوَكَانَ اللّٰهُ عَزِيْزًا حَكِيْمًا

Rasul-rasul itu adalah sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, agar tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah setelah rasul-rasul itu diutus. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. (An-Nisa: 165)

Dan di dalam persoalan kenabian, Ishmah atau kemaksuman merupakan mukadimah wajib untuk terwujudnya tujuan dari pengutusan itu sendiri. Para nabi selain sebagai seorang yang memperoleh wahyu dari Allah swt, di sisi yang lain juga harus merupakan sosok yang dapat diterima atau dipercaya oleh masyarakat berdasarkan akal sehat dan nurani (fitrah) yang bersih. Sebab dengan itulah Hujjah Allah swt menjadi sempurna dan tidak ada lagi alasan bagi manusia untuk mengelak seperti yang disebutkan pada ayat di atas.

Oleh sebab itu penerimaan dan kepercayaan manusia yang sesuai dengan akal sehat dan nuraninya adalah satu hal yang wajib ada dalam pribadi setiap nabi, tak terkecuali nabi Muhammad saw sang penghulu dari para nabi dan rasul. Dan inilah peran Ishmah, yaitu memberikan ketenangan dalam diri seorang manusia bahwa nabi yang diikutinya tidak akan pernah salah atau keliru dalam segala hal.

Dalam hal ini Syekh Nashiruddin At-Thusi menyebutkan dalam kitabnya Tajridul I’tiqad yang dinukil oleh Allamah Al-Hilli dalam kitab Kasyful Murad, bahwa Ishmah wajib ada dalam pribadi nabi sehingga dengan itu muncul kepercayaan dari masyarakat (penerimaan) kemudian dengan itu maka terwujudlah tujuan dari pengutusan nabi (bi’tsah).

Kemudian selanjutnya ia juga menjelaskan bahwa bukan hanya sebatas itu sebab adanya kewajiban mengikutinya, maka sosoknya juga haruslah yang memiliki kesempurnaan akal, kecerdasan serta pemikiran dan tidak ada kelengahan pada dirinya sedikitpun atau hal-hal yang membuat orang merasa jijik dan berpaling darinya seperti kehinaan pada garis ayah atau ibu (tidak terhormat nasabnya), juga kasar tutur katanya, cacat dan lain sebagainya.[1]

Semua itu akan berimbas pada kualitas penerimaan masyarakat terhadap sosok nabi. Apabila dari sisi-sisi tersebut terdapat celah bagi manusia untuk beralasan (tidak mengikuti nabi) di hadapan Allah swt, maka hal ini akan menjadi bukti bahwa Hujjah-Nya bagi manusia belum sempurna. Dan ini tentunya jauh dan mustahil bagi Dzat Allah swt yang maha sempurna dan bijaksana.


[1] Al-Hilli, Jamaluddin Al-Hasan bin Yusuf bin Ali bin Al-Muthahar, Kasyful Murad fi Syarhi Tajridil I’tiqad, hal: 326 – 327, Al-A’lami Lil Mathbuat, Beirut.

Related posts

Leave a Reply