MUSLIMMENJAWAB.COM – Tanggal 21 Ramadan ditandai sebagai hari duka bagi para pecinta keluarga Nabi saw., lebih-lebih kepada mereka yang menaruh kecintaan yang cukup besar kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Pasalnya, di tanggal tersebut, Sayyidina Ali telah mengembuskan napas terakhirnya dan meraih derajat syahadah di hadapan Allah swt.
Sebagaimana yang telah disinggung di dalam tulisan sebelumnya, sebab dari kesyahidan Sayyidina Ali adalah akibat tebasan pedang beracun Abduruahman Ibnu Muljam al-Murodhi, yang mengenai tepat di bagian depan kepala mulianya. Kejadian tersebut berlangsung pada 19 Ramadan menjelang subuh di dalam mihrab masjid Kufah, Irak.
Secara nalar sehat, seseorang yang membunuh orang penting, apalagi sahabat dekat sekaligus menantu nabi—juga sosok yang kali pertama memeluk Islam selepas Nabi Saw,–maka layak bagi pembunuhnya diganjar hukuman yang setimpal. Karenanya, atas perbutan itu, menurut salah satu riwayat dikatakan, bawha tepat pada 21 Ramadan, Ibnu Muljam di-qhisas dengan pukulan pedang.
Lebih dari itu, seperti yang sudah dibeberkan di dalam tulisan sebelumnya, Rasulullah swt. pun sempat menjuluki Ibnu Muljam sebagai manusia yang paling celaka. Kemudian, di dalam riwayat lain, sebagaimana yang telah diriwayatkan dari Imam Shadiq, bahwa malaikat pun turut melaknat kebengisan Ibnu Muljam atas perbuatan kejinya, yang mengorbankan nyawa mulia Sayyidina Ali bin Abi Thalib.
Terjemahan dari riwayat tersebut berbunyi sebagai berikut.
“Itu terjadi ketika Ibn Muljam mendaratkan pukulan di kepalanya, seperti pukulan yang sama di wajah Imam yang berada di langit. Dan para malaikat mengunjungi wajah itu setiap pagi dan sore, dan melaknat Ibn Muljam.” [1]
Singkat kata, di hampir setiap keajidan selalu menghdirkan hikmah atau mungkin juga wejangan kepada kita. Semoga, kita bisa memetik hikmah dari pembahasan Ibnu Muljam ini.
[1] Biharul Anwar, Majlisi, jil. 18, hal. 304, penerbit: Daru Ihya’ Turats al-Arabi, Beirut Lebanon