MUSLIMMENJAWAB.COM – Ketaatan seorang manusia kepada Tuhannya dapat terlihat dari sejauh mana ia konsisten dan perhatian dengan ibadahnya, sebab ibadah merupakan interaksi langsung antara manusia dengan Allah SWT.
Ibadah setidaknya memiliki dua arti, dimana yang satu maknanya lebih luas dari yang lainnya. Pertama ialah ibadah yang bermakna penyembahan, pemujaan dan penghambaan. Sementara yang kedua adalah ibadah yang merupakan sebuah ritual amalan dengan aturan khusus yang dilakukan untuk menyembah Tuhan atau sebagai bentuk ketaatan padaNya, dengan kata lain ini merupakan ibadah dalam istilah ilmu fikih, dimana hukum syar’i secara global dibagi kedalam dua bab besar, yaitu ibadah dan muamalah.
Berangkat dari pandangan ibadah dengan makna yang pertama maka kita akan melihat segala hal yang dilakukan dengan niatan penghambaan kepada Allah SWT sebagai sebuah ibadah, apapun itu bahkan misalnya hal terbebut adalah pekerjaan mubah seperti makan, tidur dsb.
Berbeda dengan yang kedua dimana ibadah yang dimaksud adalah praktik khusus yang hubungannya langsung berhadapan dengan Allah SWT, seperti shalat, puasa, haji dll.
Terlepas dari itu semua, ibadah memiliki dua dimensi, yaitu bentuk dan substansi. Terkadang dalam bentuk ibadah manusia dituntut untuk melakukannya secara detail sesuai dengan aturan yang telah dikehendaki Allah SWT.
Seperti shalat yang terdiri dari takbiratul ihram, bacaan surat, ruku, sujud dll, semuanya telah diatur sedemikian rupa hingga setiap detailnya manusia dituntut untuk mengerjakan semua itu. Begitu pula puasa, haji serta berbagai ibadah lainnya.
Mengapa ibadah -yang diwajibkan atas manusia- muncul dalam bentuk dan rupa yang beragam? Semua itu kembali pada kebijakan Allah SWT, namun dari satu sisinya terlihat bahwa disini manusia dididik untuk teratur dalam setiap gerak-geriknya, komitmen terhadap aturan dalam berbagai urusannya terlebih hal itu berurusan dengan Allah SWT secara langsung.
Adapun substansi dari ibadah merupakan ruh ibadah itu sendiri, perannya sangat penting. Ibaratkan shalat apabila dibangun hanya dari kumpulan bacaan dan gerakan khusus saja, maka tidak akan memberikan nilai apapun jika tidak ada ruh di dalamnya. Sama halnya seperti jasad ketika kehilangan ruh maka yang tersisa hanyalah bangkai yang tak berarti.
Mengenal substansi ibadah sangatlah penting. Salah satunya dijelaskan dalam sebuah ayat dalam Alquran:
اِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهٗ
“..Kepada-Nya lah akan naik perkataan-perkataan yang baik dan amal saleh yang akan mengangkatnya.” (QS: Fatir:10)
Perkataan-perkataan yang baik di sini adalah kiasan dari seperangkat akidah atau keyakinan yang benar yang mana hal tersebut menjadi pondasi dari setiap perbuatan yang saleh. (Almizan fi tafsiril Quran, jil: 17, hal: 23)
Keyakinan yang benar akan mendorong pemiliknya untuk melakukan tindakan yang benar pula. Pangkal dari segala keyakinan yang benar adalah keyakinan terhadap Allah SWT, sebagaimana disebutkan oleh Imam Ali AS bahwa awal mula agama adalah mengenal-Nya dan sempurnanya pengenalan terhadap-Nya adalah dengan meyakini-Nya, atau dengan kata lain membumikan konsep atau pengetahuan logika menjadi sebuah realitas di dalam hati.
Dari sini kita akan melihat Dia sebagai sumber kebaikan dari sisi karena keyakinan yang benar terhadap-Nya akan melahirkan banyak kebaikan yang lain.
Ayat di atas menjelaskan bahwa keyakinan yang benar itulah yang akan sampai kepada Allah SWT sementara amal saleh termasuk di dalamnya adalah ibadah yang kita kerjakan adalah kendaraan yang akan mengangkat keyakinan tersebut.
Keyakinan itulah yang menjadi substansi penting yang harus ada dalam setiap ibadah, tanpa itu maka apa yang sampai pada-Nya dari kita? Maka dari itu niat menjadi salah satu syarat sah dalam ibadah sebab niat mewakili tekad yang berangkat dari keyakinan kita.