MUSLIMMENJAWAB.COM – Pada seri pertama pembahasan nash para Imam Syiah, telah diulas mengenai riwayat masyhur yang berkenaan dengan kepemimpinan Imam Ali AS dalam peristiwa Ghadir Khum.
Dalam seri tersebut telah dikaji secara teliti tentang makna yang dimaksud dari lafadz “Maula” -yang memiliki banyak arti- sehingga dengan itu kita dapat memahami dengan benar apa sebenarnya yang diinginkan oleh Nabi SAW dengan mendeklarasikan hal tersebut pada saat itu.
Adapun pengakuan beberapa ulama Ahlu Sunnah terkait kemasyhuran hadis tersebut adalah sebagai berikut:
Ibnu Hajar al-Atsqalani
وَأَمَّا حَدِیثُ مَنْ کُنْتُ مَوْلَاهُ فَعَلِیٌّ مَوْلَاهُ فَقَدْ أَخْرَجَهُ التِّرْمِذِیُّ وَالنَّسَائِیُّ وَهُوَ کَثِیرُ الطُّرُقِ جِدًّا وَقد استوعبها بن عُقْدَةَ فِی کِتَابٍ مُفْرَدٍ وَکَثِیرٌ مِنْ أَسَانِیدِهَا صِحَاحٌ وَحِسَانٌ
Adapun hadis “Man Kuntu Maulahu Fa Aliyyun Maulahu”, at-Tirmidzi dan an-Nasa’i telah menukilnya dan ia sangat memiliki banyak jalur. Dan Ibnu Uqdah telah mengumpulkannya dalam sebuah kitab, serta kebanyakan sanad-sanadnya adalah sahih dan hasan.[1]
Ibnu Hajar al-Haitami
أَنه حَدِیث صَحِیح لَا مریة فِیهِ وَقد أخرجه جمَاعَة کالترمذی وَالنَّسَائِیّ وَأحمد وطرقه کَثِیرَة جدا وَمن ثمَّ رَوَاهُ سِتَّة عشر صحابیا وَفِی رِوَایَة لِأَحْمَد أَنه سَمعه من النَّبِی صلى الله عَلَیْهِ وَسلم ثَلَاثُونَ صحابیا وشهدوا بِهِ لعَلی لما نوزع أَیَّام خِلَافَته کَمَا مر وَسَیَأْتِی وَکثیر من أسانیدها صِحَاح وَحسان وَلَا الْتِفَات لمن قدح فِی صِحَّته
Bahwasanya ia adalah hadis sahih, tidak ada keraguan lagi dalam hal itu. Dan telah menukilnya sejumlah (ulama) seperti at-Tirmidzi dan an-Nasa’i, serta jalurnya sangat banyak. Di sana terdapat enam belas sahabat. Dalam riwayat Ahmad bahwasanya terdapat tiga puluh sahabat mendengarnya dari Nabi SAW dan mereka bersaksi dengan itu untuk Ali ketika masa kekhilafahannya. Dan kebanyakan dari sanad-sanadnya adalah sahih, hasan serta tidak dihiraukan apabila ada yang mekritik kesahihannya.[2]
Jalaluddin Suyuthi
Sebagaimana dapat dilihat dalam kitabnya, nama-nama beberapa orang yang meriwatkan hadis tersebut.[3]
Sementara itu dari segi pemaknaan, kita akan melihat kesaksian dari salah seorang ulama salafi, Imam Muhammad ibn Isma`il al-Sana`ani yang menukil pendapat yang searah dengan pandangan Syiah terkait makna “Maula”.
(علی بن أبی طالب مولى من کنت مولاه).المحاملی فی أمالیة عن ابن عباس (صحیح المتن)
(علی بن أبی طالب مولى من کنت مولاه) قد سبق أن لفظ مولى مشترک بین معان، وأبعد من قال: المراد هنا یتولى من کنت أتولاه بل ظاهره أن المراد أن ما ثبت لی من الولایة فهو لعلی إلا ما خصه لاختصاص النبوة
5580. “Ali bin Abi Thalib adalah maula sesiapa yang aku adalah maulanya.” Al-Mahamili dalam A’malinya dari Ibnu Abbas (matannya sahih).”
(Ali bin Abi Thalib adalah maula sesiapa yang aku adalah maulanya) telah disebutkan bahwa lafadz “Maula” adalah terhimpun dari beberapa makna, dan jauh bagi orang mengatakan: “yang dimaksud di sini ialah (Ali) mengayomi sesiapa yang aku adalah pengayom urusannya.” Bahkan dari dzahirnya hadis (menyatakan) bahwa yang dimaksud adalah apa pun yang tetap bagiku dari urusan wilayah (kepemimpinan) maka hal itu juga tetap untuk Ali, kecuali apa-apa yang dikhususkan untuk (urusan) kenabian.[4]
(من کنت ولیه فعلی ولیه. (حم ن ک) عن بریدة (صح)
(من کنت ولیه) أولى به {النَّبِیُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِینَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ} [الأحزاب: 6]، (فعلی) بن أبی طالب (ولیه) أولى به فی نفسه ورُتَب هذه الولایة لا تنحصر فإنه یجب له من الحقوق على المسلمین أمورٌ کثیرة لما فی هذا الحدیث والأول من إیجاب موالاته والانقیاد له والرجوع إلیه
8982. “Barangsiapa yang aku adalah walinya maka Ali adalah walinya.”
(Barangsiapa yang aku adalah walinya) lebih utama baginya (Nabi lebih utama bagi mukminin ketimbang diri mereka sendiri)[5], maka Ali bin Abi Thalib (walinya) lebih utama baginya terhadap dirinya sendiri. Dan urutan wilayah ini tidak dibatasi (dengan persoalan tertentu) maka wajib baginya memiliki hak-hak atas muslimin berdasarkan apa yang terdapat dalam hadis ini dan yang pertama. (seperti) keharusan berwilayah padanya, dipimpim olehnya serta merujuk padanya…[6]
Oleh sebab itu dari paparan di atas, juga penjelasan pada seri-seri sebelumnya, menjadi jelas bahwa peran Imam Ali AS di tengah-tengah umat sepeninggal Nabi SAW adalah melanjutkan tugas dan peran beliau sebagaimana itu telah diisyaratkan berkali-kali pada masa hidupnya. Semua ini telah tercatat dalam literatur Islam yang ada.
[1] Fathul Bari Bi Syarh Sahihil Bukhari, jil: 8, hal: 425, Dar Thibah.
[2] As-Shawa’iq al-Muhriqah, jil: 1, hal: 106-107, Dar al-Wathan, Riyadh.
[3] Qathful Azhar al-Mutanatsirah Fil Akhbar al-Mutawatirah, hal: 277-278, al-Maktab al-Islami.
[4] At-Tanwir Syarhul Jami as-Shaghir, jil: 7, hal 337, Maktabah Darul Islam.
[5] Al-Ahzab: 6.
[6] At-Tanwir Syarhul Jami as-Shaghir, jil: 10, hal 387, Maktabah Darul Islam.