Shalat Tarawih Sunnah atau Bid’ah? (3)

MUSLIMMENJAWAB.COM – Seperti halnya telah dijelaskan pada tulisan-tulisan sebelumnya, berbagai ulama yang menyatakan bahwa shalat Tarawih bukanlah sunnah Nabi Muhammad saw melainkan aturan baru yang digagas oleh Umar bin Khattab, serta diklaim sebagai bid’ah hasanah (bid’ah yang baik).

Kali ini kita juga akan kembali melihat kesaksian para ulama lainnya terkait masalah ini.

Read More

Muhammad bin Jarir At-Thabari (311 H)

وهو أول من جمع الناس عَلَى إمام يصلي بهم التراويح في شهر رمضان، وكتب بِذَلِكَ إلى البلدان، وأمرهم به، وَذَلِكَ- فيما حَدَّثَنِي به الحارث، قَالَ: حدثنا ابن سعد، عن محمد بن عمر- في سنة أربع عشرة، وجعل لِلنَّاسِ قارئين: قارئا يصلي بالرجال وقارئا يصلي بالنساء

Dan ia adalah orang pertama yang mengumpulkan orang-orang kepada seorang imam yang shalat Tarawih dengan mereka di bulan Ramadhan. Menuliskan hal ini pada wilayah-wilayah lainnya serta memerintahkan mereka atas hal itu. Dan kasus ini -sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Harist. Ia berkata: “Telah bercerita pada kami Ibnu Sa’ad dari Muhammad bin Umar- pada tahun 14 H, Ia (Umar) menunjuk dua pembaca (imam): satu pembaca (imam) yang shalat dengan jamaah laki-laki dan satu lainnya (imam) shalat dengan jamaah perempuan.[1]

Ibnu katsir (774 H)

.. وَأَوَّلُ مَنْ كَتَبَ التَّارِيخَ، وَجَمَعَ النَّاسَ عَلَى التَّرَاوِيحِ

(Umar) orang pertama yang menulis sejarah, serta mengumpulkan orang-orang (melakukan) Tarawih.[2]

Ibnu Al-Jauzi (594)

وَقَوله: نعمت الْبِدْعَة. الْبِدْعَة: فعل شَيْء لَا على مِثَال تقدم، فسماها بِدعَة لِأَنَّهَا لم تكن فِي زمن رَسُول الله على تِلْكَ الصّفة، وَلَا فِي زمن أبي بكر

Dan perkataannya (Umar): “Ni’matul Bid’ah (sebaik-baiknya bid’ah)”. Bid’ah adalah mengerjakan sesuatu yang tidak berdasarkan contoh sebelumnya, maka dinamakan bid’ah (Tarawih) sebab ia belum ada pada jaman Nabi dengan sifat (cara) seperti itu, begitu juga pada masa Abu Bakar.[3]

Muhyiddin An-Nawawi (676 H)

و ثبت فى صحيح البخارى وغيره، أن عمر، رضى الله عنه، أوَّل مَن جمع الناس لصلاة التراويح، فجمعهم على أُبىّ بن كعب، رضى الله عنه، وأجمع المسلمون فى زمنه وبعده على استحبابها

Dan telah tetap di dalam Shahih Bukhari dan yang lainnya bahwa Umar ra adalah orang pertama yang mengumpulkan orang-orang terhadap shalat Tarawih, ia mengumpulkan orang-orang atas Ubay bin Ka’ab ra (sebagai imam), dan kaum muslimin pada jamannya dan setelahnya sepakat atas kemustahabban (kesunnahan) shalat tersebut.[4]

Ibnu Qudamah Al-Maqdisi Al-Hanbali (620 H)

وَنُسِبَتْ التَّرَاوِيحُ إلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – لِأَنَّهُ جَمَعَ النَّاسَ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ، فَكَانَ يُصَلِّيهَا

Dan Tarawih dinisbahkan pada Umar bin Khattab ra dikarenakan ia mengumpulkan orang-orang terhadap Ubay bin Ka’ab (sebagai imam), kemudian mereka mengerjakan shalat itu (secara berjamaah).[5]

Ahmad bin Abdullah Al-Qalqashandi (821 H)

وَهُوَ أول من سنّ قيام شهر رَمَضَان وَجمع النَّاس على إِمَام وَاحِد فِي التَّرَاوِيح وَذَلِكَ فِي سنة أَربع عشرَة

Dan dia (Umar) adalah orang pertama yang menetapkan qiyam (sunnah-sunnah) bulan Ramadhan dan mengumpulkan orang-orang pada satu imam dalam Tarawih dan itu pada tahun 14 H.[6]

Shihabuddin Al-Qastalani (923 H)

(قال ابن شهاب) الزهري (فتوفي رسول الله -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- والأمر على ذلك) أي على ترك الجماعة في التراويح ولغير الكشميهني كما في الفتح والناس على ذلك، (ثم كان الأمر على ذلك) أيضًا (في خلافة أبي بكر) الصديق (وصدرًا من خلافة عمر -رضي الله عنهما-).

Berkata Ibnu Shihab Az-Zuhri: “Telah wafat Rasulullah saw dan hal itu (shalat) seperti itu” yakni (shalat nawafil Ramadhan) dengan tidak berjama’ah dalam Tarawih dan pada (riwayat) selain Al-Kasymihani dalam Al-Fath “orang-orang (mengerjakan shalat) seperti itu”, kemudian hal itu juga demikian pada masa khilafah Abu Bakar As-Shiddiq, dan muncul pada masa khilafah Umar ra.[7]

Pada halaman yang lainnya ia menyebutkan:

(قال عمر) لما رآهم (نعم البدعة هذه)، سماها بدعة لأنه -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- لم يسن لهم الاجتماع لها ولا كانت في زمن الصديق ولا أول الليل ولا كل ليلة ولا هذا العدد

Umar berkata ketika melihat mereka: “sebaik-baiknya bid’ah adalah ini”, ia menamainya bid’ah sebab Nabi saw tidak menetapkan pada mereka untuk berjamaah, dan tidak pula pada jaman As-Shiddiq, tidak pula pada awal malam, tidak pula pada seluruh malam, dan tidak pula dengan jumlah ini.[8]

Muhammad Abdul Baqi Az-Zarqani (1122 H)

فَسَمَّاهَا بِدَعَةً لِأَنَّهُ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – لَمْ يَسُنَّ الِاجْتِمَاعَ لَهَا وَلَا كَانَتْ فِي زَمَانِ الصِّدِّيقِ وَهُوَ لُغَةً مَا أُحْدِثَ عَلَى غَيْرِ مِثَالٍ سَبَقَ، وَتُطْلَقُ شَرْعًا عَلَى مُقَابِلِ السُّنَّةِ وَهِيَ مَا لَمْ يَكُنْ فِي عَهْدِهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ –

Umar menamainya dengan bid’ah sebab Nabi saw tidak menetapkan berjamaah atasnya dan tidak ada pula pada masa As-Shiddiq. Dan ia (bid’ah) secara bahasa adalah apa-apa yang dibuat tanpa contoh sebelumnya dan secara Syar’i disebutkan pada sesuatu yang berhadapan dengan sunnah dan ia tidak ada pada jamannya saw.[9]

Dari semua uraian di atas, menjadi jelas bahwa shalat Tarawih bukanlah sunnah yang berasal dari Nabi Muhammad saw, melainkan sebuah aturan yang keluar dari Umar bin Khattab pada masa kekhilafahannya, yang mana dalam sebagian kitab ia menyebutnya dengan bid’ah hasanah (bid’ah yang baik).

Permasalahannya apakah benar bid’ah itu terbagi menjadi dua, ada yang baik dan ada yang buruk? Sementara dalam riwayat disebutkan bahwa semua bid’ah adalah kesesatan, bukan semua bid’ah yang buruk.


[1] Tarikh At-Thabari, Jil: 4, hal: 209, Darul Maarif, Mesir.

[2] Al-Bidayah Wan Nihayah, jil: 10, hal: 181.

[3] Kasyful Musykil Min Hadits As-Shahihain, jil: 1, hal: 116, Darul Wathan.

[4] Tahdzibul Asma Wal Lughat, jil: 2, hal: 12, Darul Kutubul Ilmiyah, Beirut.

[5] Al-Mughni, jil: 2, hal: 603, Dar Alamul Kutub.

[6] Maatsirul Inafah Fi Ma’alimil Khilafah, jil: 3, hal 337, Alamul Kutub, Beirut.

[7] Irsyadus Sari Fi Syarhi Shahih Bukhari, jil: 3, hal: 425-426.

[8] Ibid.

[9] Syarhu Az-Zarqani Ala Muwattha Al-Imam Malik, jil:1, hal: 314.

Related posts

Leave a Reply