Muslim Menjawab – Istilah Ghuluw sering dipakai bagi orang yang menuhankan Ali bin Abi Thalib, begitu juga yang menganggapnya sebagai seorang nabi, tetapi hal itu semua tidak terdapat di dalam mazhab Syiah sama sekali, bahkan Imam Syiah sendiri menafikan dan menolak keyakinan batil tersebut seperti yang telah disebutkan dalam sesi-sesi sebelumnya.
Adapun kini, kita akan membahas ciri-ciri Ghuluw yang dinisbahkan oleh mazhab ahlussunnah kepada Syiah diantaranya :
1) Syiah meyakini bahwa tingkatan imam-imam mereka diatas tingkatan makhluk lainnya seperti mereka mengetahui segala sesuatu sebelumnya dan sesudahnya sampai hari kiamat.
2) Menuhankan Ali bin Abi Thalib.
3) Meyakini para Imam diciptakan dari jenis tanah yang berbeda dengan manusia lainnya
4) Meyakini bahwa mereka lebih utama dari seluruh manusia lainnya termasuk dari Nabi saw
5) Bersikap buruk terhadap para sahabat nabi dan menganggap para Imam lebih utama dari Abu Bakar dan Umar bin Khattab.
6. Mengutamakan Karbala dari tempat suci lainnya.
7) Mengkafirkan selain Syiah.
Adapun pembahasan pertama, dikatakan bahwa Syiah meyakini kedudukan para imam mereka lebih tinggi tingkatannya dari makhluk lainnya termasuk malaikat sekalipun dengan indikator bahwa mereka mengetahui segala sesuatu sebelumnya dan sesudahnya sampai hari kiamat. Tentunya disini dipahami juga bahwa Nabi saw masuk dalam kategori diatas dan bahkan yang paling utama dari para imam tersebut, artinya Nabi saw dan para imam mengetahui segala sesuatu sebelumnya dan sesudahnya sampai hari kiamat, seperti yang terdapat di dalam beberapa riwayat-riwayat syiah :
قَالَ إِنَّ عِنْدَنَا عِلْمَ مَا كَانَ وَ عِلْمَ مَا هُوَ كَائِنٌ إِلَى أَنْ تَقُومَ السَّاعَة
“(Imam Shadiq as) berkata: Sesungguhnya kami memiliki segala pengetahuan terhadap segala sesuatu yang telah terjadi dan segala sesuatau yang akan terjadi sampai hari kiamat.” (Al-Kulaini, Al-Kafi: 1/132, Masyurat al-Fajr, cetakan pertama, 1428 H).
Mereka menggunakan riwayat dalam kitab hadits Syiah tersebut sebagai alat untuk menuduh mazhab syiah bahwa dengan hadits tersebut maka syiah pantas disandang sebagai kelompok yang ghuluw, dan halal darahnya. Padahal kalau kita lihat dalam kitab hadits suni sekalipun, akan didapatkan hadits yang serupa, bahkan di dalam ayat alquran pun menunjukkan hal serupa ketika Adam as diberi pengetahuan tentang seluruh al-asma sedangkan malaikat pada saat itu tidak mengetahuinya.
وَعَلَّمَ اٰدَمَ الْاَسْمَاۤءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلٰۤىِٕكَةِ فَقَالَ اَنْۢبِـُٔوْنِيْ بِاَسْمَاۤءِ هٰٓؤُلَاۤءِ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ
Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat, seraya berfirman, “Sebutkan kepada-Ku nama semua (benda) ini, jika kamu yang benar!” (Albaqarah: 31).
قَالُوْا سُبْحٰنَكَ لَا عِلْمَ لَنَآ اِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۗاِنَّكَ اَنْتَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ
Mereka menjawab, “Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” (Albaqarah: 32)
Didalam kitab tafsir Ahlussunnah seperti ad-Dur al-Mantsur dikatakan bahwa maksud dari al-asma disini adalah segala sesuatu yang Allah Ciptakan, sehingga Adam as yang diberi ilmu oleh Allah Swt mengetahui segala sesuatu yang Dia ciptakan, walaupun pada saat itu malaikat pun belum mengetahuinya, dan ini menunjukkan adanya manusia yang memiliki kedudukan tidak seperti manusia lainnya bahkan lebih tinggi dari malaikat sekalipun.
وأخرج ابن جرير وابن المنذر وابن أبي حاتم عن ابن عباس في قوله { وعلم آدم الأسماء كلها } قال : علمه اسم الصفحة ، والقدر ، وكل شيء
“Ibn Jarir dan Ibn al-Mundzir dan Ibnu Abi Hatim mengeluarkan hadits dari Ibn Abbas pada fitman-Nya (وَعَلَّمَ اٰدَمَ الْاَسْمَاۤءَ كُلَّهَا) , berkata : (maksudnya adalah) ilmu nama-nama dari halaman ( buku induk), Qodar dan segala sesuatu.” (As-Suyuthi, ad-Dur Al-Mantsur: 120, Dar al-Fikr – Beirut, 1432-1433 H).
وأخرج عبد بن حميد وابن أبي حاتم عن ابن عباس في قوله { وعلم آدم الأسماء كلها } قال : ما خلق الله .
“Abd bin Hamin dan IBn Abi Hatim dari Ibnu Abbas pada firman-Nya (وَعَلَّمَ اٰدَمَ الْاَسْمَاۤءَ كُلَّهَا), berkata : (maksud dari al-asma kulluha adalah semua) apa-apa yang Allah Swt ciptakan.” (As-Suyuthi, ad-Dur Al-Mantsur: 121, Dar al-Fikr – Beirut, 1432-1433 H).
Di sisi lain Imam Ali bin Abi Thalib memiliki ilmu apa yang dimiliki Adam as bahkan para nabi lainnya :
قال رسول الله صلى الله عليه و آله و سلّم: من أراد أن ينظر إلى آدم في علمه و الى نوح في فهمه و إلى إبراهيم في حلمه و الى يحيى في زهده و الى موسى في بطشه فلينظر الى علي بن أبي طالب
“Rasulullah saw bersabda bahwa barang siapa yang ingin melihat Adam as dari sisi ilmunya, dan Nuh as dari sisi pemahamannya, dan Ibrahim as dari sisi akal dan kemurah hatiannya, dan Yahya as dari sisi kezuhudannya, dan Musa as dari sisi ketegasannya maka lihatlah Ali bin Abi Thalib.” (Al-Haskani, Syawahid at-Tanzil: 1/ 121, Majma ihya at-Tsaqafah al islamiah, cetakan ketiga, 1427 H).
Di dalam riwayat ahlussunnah pun menjabarkan bahwa Nabi saw memiliki ilmu segala sesuatu sampai hari kiamat
حَدَّثَنِى أَبُو زَيْدٍ – يَعْنِى عَمْرَو بْنَ أَخْطَبَ قَالَ صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْفَجْرَ وَصَعِدَ الْمِنْبَرَ فَخَطَبَنَا حَتَّى حَضَرَتِ الظُّهْرُ فَنَزَلَ فَصَلَّى ثُمَّ صَعِدَ الْمِنْبَرَ فَخَطَبَنَا حَتَّى حَضَرَتِ الْعَصْرُ ثُمَّ نَزَلَ فَصَلَّى ثُمَّ صَعِدَ الْمِنْبَرَ فَخَطَبَنَا حَتَّى غَرَبَتِ الشَّمْسُ فَأَخْبَرَنَا بِمَا كَانَ وَبِمَا هُوَ كَائِنٌ فَأَعْلَمُنَا أَحْفَظُنَا.
” Abu Zaid berkata kepadaku – yakni Amru bin Akhtab berkata setelah nabi melaksanakan sholat subuh, beliau saw menaiki minbar dan berkhutbah di depan kami sampai datang waktu dzuhur, kemudian beliau saw turun dari minbar dan melakukan sholat kemudian naik mimbar lagi dan berkhutbah di depan kami sampai tiba waktu asar, kemudian turun dari minbar dan melakukan sholat, setelah itu menaiki minbar lagi sampi matahari terbenam, maka dari itu Nabi saw telah mengabarkan kepada kami apa-apa yang ada sebelumnya dan apa -apa yang ada selanjutnya , dan Nabi saw mengajari kami dan membuat kami menghafalnya.” (Muslim, Sahih Muslim: 2/1322, Dar at-Thaiyyibah li an-Nasr wa at-Tauzi’- Riyadh, cetakan pertama, 1427 H).
عَنْ حُذَيْفَةَ أَنَّهُ قَالَ أَخْبَرَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِمَا هُوَ كَائِنٌ إِلَى أَنْ تَقُومَ السَّاعَةُ فَمَا مِنْهُ شَىْءٌ إِلاَّ قَدْ سَأَلْتُهُ
Dari Hudzaifah bahwa dia berkata Rasulullah saw telah mengabarkan kepada kami apa-apa yang ada (di alam ini) sampai hari kiamat, dan tidak ada darinya sesuatupun kecuali aku telah menanyakannya.” (Muslim, Sahih Muslim: 2/1322, Dar at-Thaiyyibah li an-Nasr wa at-Tauzi’- Riyadh, cetakan pertama, 1427 H).
Bahkan dari sisi lainnya Hudzaifah mengklaim lebih ‘alam dari manusia lainnya karena nabi telah menceritakan kepadanya apa yang terjadi di alam ini sampai hari kiamat:
Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa keberadaan manusia seperti para nabi as dan para imam yang mengetahui apa-apa sebelumnya dan sesudahnya sampai hari kiamat bukanlah sesuatu yang aneh dan meyakininya bukan pula merupakan ciri-ciri dari keyakinan ghuluw. Oleh karena itu keilmuwan yang Allah Swt berikan kepada mereka menjadi indikator kedudukan yang mulia maka tidak mustahil bahwa mereka pun memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari makhluk Allah Swt lainnya.