Ibnu Qutaibah dan Pengakuan Tahrif al-Quran dua Sahabat Nabi

Muslim Menjawab – Jelas sekali, meskipun bukti tahrif al-Quran ada pada riwayat-riwayat kedua mazhab besar Sunni dan Syiah, namun jumhur atau kebanyakan ulama besar dari kedua mazhab ini menyatakan bahwa al-Quran tidak mengalami distorsi baik penambahan ataupun pengurangan. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang menolak riwayat-riwayat tahrif pada kitab rujukan masing-masing.

Terlepas dari hal di atas, pada pembahasan berseri ini, kami berusaha memaparkan beberapa riwayat tahrif al-Quran yang terdapat dalam riwayat kedua mazhab ini. Hal ini bertujuan untuk meredam isu yang ada di tengah masyarakat Islam mengenai tuduhan bahwa kelompok lain yang menyakini tahrif al-Quran adalah sesat dan kafir. Juga dinilai penting karena isu ini acapkali dijadikan alat pemecah belah oleh pihak-pihak tertentu yang tidak menginginkan persatuan dan persaudaraan di dalam tubuh Islam. Kali ini kita akan melihat pandangan ulama besar rujukan Ahlussunah abad ke-2 Ibnu Qutaibah terkait permasalahan tahrif al-Quran.

Read More

Ibnu Qutaibah dan Tahrif al-Quran

Ibnu Qutaibah dilahirkan pada tahun 213 H/ 828 M di Baghdad, dan ada yang mengatakan di Kufah. Ia adalah ulama yang gemar menulis. Hasil karyanya tidak kurang dari 300 buah. Ibnu Qutaibah banyak menerima pujian dan pengakuan dari para ulama hadits maupun ulama lainnya. Ibnu Qutaibah menjadi rujukan bagi Ibnu Atsir dalam mengupas lafazh-lafazh hadis yang janggal dan sulit dipahami dan ulama lain dalam permasalahan yang sama.

Berkenaan dengan tahrif al-Quran, dalam kitabnya Tawil Musykil al-Quran Ibnu Qutaibah menuliskan riwayat dua sahabat Rosulullah Saw:

Adapun dalam kekurangan mushaf Abdullah bin Mas’ud dan penghapusan surat fatihah dan muawwidzatain (Surat al-Falaq dan an-Nas) serta penambahan dua surat qunut dalam mushaf Ubay bin Ka’ab, kami tidak berkata bahwa Abdullah bin Mas’ud dan dan Ubay bin ka’ab melakukan hal yang benar dan Muhajirin dan Anshar adalah salah. Namun Abdullah bin Mas’ud mengambil pendapat berdasarkan ahli nazar bahwa muawwidzatain merupakan bacaan amalan atau jimat dan semacamnya. Ia melihat Rosulullah saw membacakan amalan (jampi/jimat) dua itu kepada al-Hasan dan al-Husain juga selainnya sebagaimana amalan “audzubikalimatilahi tammah” dan semisalnya sehingga menganggap bahwa dua ini bukan termasuk ke dalam al-Quran. [Tawil Musykil al-Quran hal. 42-43 Dar at-Turast, Kairo]

Kemudian dalam beberapa halaman berikutnya Ibnu Qutaibah menuliskan mengenai pendapat sahabat Ubay bin Ka’ab:

Kemudian perihal Ubai bin Ka’ab berpendapat mengenai doa qunut, karena Ia menyaksikan Rosulullah Saw senantiasa berdoa denganya dalam shalat dan menganggap bahwa itu termasuk bagian al-Quran dan berdasarkan anggapannya itu ia berselisih pendapat dengan sahabat. [Tawil Musykil al-Quran hal. 47 Dar at-Turast, Kairo]

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

2 comments