MUSLIMMENJAWAB.COM – Tak sedikit dalil, baik aqli (rasional) maupun naqli (tekstual) yang menolak terjadinya tahrif di dalam al-Quran. Namun, hal itu tampaknya tak cukup mempan membendang arus sebagian orang yang menuduh kelompok lain tentang adanya tahrif al-Quran di dalam mazhab mereka.
Seperti yang kita tahu, bahwa tuduhan akan tahrif al-Quran selalu dilayangkan kepada kelompok Syiah, yang merupakan mazhab besar di dalam tubuh Islam. Dengan sikap mereka yang keukueh menyudutkan kelompok Syiah dalam masalah ini—sementara sudah tak terhitung dalil yang membuktikan ketiadaan tahrif al-Quran di dalam mazhab Syiah—maka, boleh jadi, ada misi lain di balik tuduhan-tuduhan itu. Entahlah.
Ulama Syiah sendiri sudah menegaskan bahwa tak ada tahrif di dalam al-Quran. Bagi mereka, al-Quran kaum Muslimin sama, dan kemurniannya masih terjaga dari dulu hingga kini. Di antara ulama Syiah yang meniadakan tahrif di dalam al-Quran, salah satunya adalah Syekh Thusi.
Syekh Thusi adalah ulama kesohor mazhab Syiah yang hidup pada abad keempat dan kelima Hijriah, sezaman dengan Sultan Mahmud Gaznuwi, Syekh Shaduq, Firdausi, Abu Rayhan, Syekh Mufid dan Ibnu Sina. Di tengah-tengah mazhab Syiah, ia dikenal sebagai salah satu penulis kitab penting mazhab Syiah, Tahdzibul Ahkam.
Di dalam salah satu kitab tafsirnya, At-Tibyan Al-Jami’ Liulumil Quran, Syekh Thusi menanggapi soal tidak adanya tahrif di dalam al-Quran, seperti yang bisa kita baca di bawah ini.
“Adapun ungkapan penambahan dan pengurangan di dalam al-Quran, maka hal itu tidak sesuai dengan al-Quran. Karena penambahan di dalamnya, menurut pandangan ijma’ batil (gugur). Dan pengurangan darinya, secara zahir terjadi pertentangan di dalam pandangan kaum Muslim.”
Selain Syekh Thusi yang menentang adanya tahrif di dalam al-Quran, hal senada juga diungkapkan oleh Fadl bin Hasan bin Fadl Thabrasi atau yang juga dikenal Aminul Islam. Ia adalah seorang mufasir kenamaan mazhab Syiah yang hidup pada abad keenam.
Selain dikenal sebagai mufasir, ia juga seorang ahli fikih, teolog, dan ahli hadis. Seperti yang sudah disinggung, di dalam salah satu kitabnya, Majma’ul Bayan fi Tafsiril Quran ia menanggapi tentang tahrif al-Quran yang berbunyi sebagai berikut.
“Ungkapan di dalam penambahan al-Quran dan pengurangannya, sejatinya tidak sesuai dengan tafsir. Adapun penambahan, maka menurut pandangan ijmak batil (gugur). Dan pengurangan di dalam al-Quran, seperti yang telah diriwayatkan sejumlah sahabat-sahabat kami, dan kaum Khaswiyah (Ahlusunnah), bahwa pengubahan dan pengurangan di dalam al-Quran, itu bertentangan dengan mazhab sahabat-sahabat kami.”
Akhir kata, dengan menyaksikan dan membaca pandangan ulama besar Syiah tentang tidak adanya tahrif di dalam al-Quran yang diyakini kaum muslimin, termasuk orang-orang Syiah, maka hal ini mestinya menjadi renungan dan pelajaran buat kita bersama.
Lagi-lagi, kita dituntut untuk selalu belajar dan mengkaji atas apa yang tidak kita ketahui. Tak elok rasanya bila ikut menuduh yang tidak-tidak terhadap keyakinan orang lain tanpa mencari tahu duduk perkaranya terlebih dahulu.