Perbedaan Pendapat Sahabat Tentang Nikah Mutah

Muslimmenjawab.com – Kajian seputar mutah mungkin saja diulas melalui berbagai tinjauan dan dilihat dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Pada tulisan kali ini akan dilihat dari sisi perbedaan sahabat dalam melihat dan menyikapi nikah mutah.

Dalam hal ini ada sahabat Nabi SAWW yang berkeyakinan bahwa nikah mutah merupakan hal yang haram dan terlarang, namun tidak sedikit juga yang meyakini bahwa nikah mutah adalah perbuatan yang dibolehkan bahkan lebih dari itu sebagian dari mereka justeru menjadi pelaku nikah mutah.

Read More

Umar bin Khattab adalah sahabat yang meyakini keharaman mutah sehingga di dalam literatur- literatur hadits dapat kita temukan bahwa ia adalah sahabat  yang  getol melarang nikah mutah seperti redaksi berikut ini: “sunnguh benar bahwa Umar RA melarang orang-orang dari mutah. Kemudian dia ( Umar bin Khattab) berkata: ada dua mutah yang berlaku di zaman Rasulullah SAWW, dan saya melarang orang-orang melakukan keduanya. Keduanya adalah nikah mutah dan haji tamatu’.   (Sarakhsi, Muhammad bin Ahmad, al-Mabsuth, jil: 4, hal: 27, cet: Dar al-Ma’rifah, Beirut, 1414 H/ 1993 M.)

Tidak hanya sebatas melarang nikah mutah, Umar bin Khattab bahkan mengancam akan menghukum pelakunya: “Malik dari Nafi’ meriwayatkan dari Ibn Umar: Umar berkata: ada dua mutah yang berlaku di zaman Rasulullah SAWW, dan saya melarang keduanya. Barang siapa melakukan kedua amalan tersebut maka saya akan menghukumnya. Keduanya adalah nikah mutah dan haji tamatu’. (al-Nimri al-Qurthubi, Abu Umar Yusuf bin Abdullah bin Abdul Bar, al-Tamhid Lima Fi al-Muwatha, jil: 10, hal: 113, cet: wizarah Umum al- Auqaf wa al-Suun al- Islamiah, Maroko, 1401 H/ 1981 M.)

Sebaliknya, ternyata tidak sedikit dari kalangan sahabat yang meyakini kebolehan nikah mutah. Bahkan lebih dari itu sebagian sahabat mengaku sebagai praktisi dari nikah mutah itu sendiri.

Ahmad bin Hanbal dalam musnadnya mengutip sebuah riwayat dari Jabir bin Abdullah yang menyatakan bahwa nikah mutah dibolehkan dan beliau sendiri sering melakukannya: Ata berkata: ketika Jabir bin Abdullah kembali dari umrah, kami mendatanginya di rumahnya. Orang-orang bertanya berbagai hal padanya kemudian mereka menyebutkan mutah padanya lalu dia berkata: ya, kami melakukan mutah di zaman Rasulullah SAWW begitu juga pada zaman Abu Bakar dan Umar. Sampai pada Akhir masa ke-khalifahan umar (dia melarangnya) (Hanbali, Ahmad bin Hanbal, Musnad al-IMam Ahmad bin Hanbal, jil: 23, hal: 306, cet: Muassasah al-Risalah)

Lebih tegas lagi Bukhari menyebutkan sebuah hadits  dalam kitabnya yang menyatakan bahwa yang mengharamkan nikah mutah adalah Umar bin Khattab berdasarkan pendapatnya sendiri bukan atas larangan dari Allah SWT maupun Rasulullah SAWW: Imran bin Hushain berkata: “ayat mutah telah diturunkan dalam Al-quran. Kemudian kami bersama Rasulullah SAWW melakukannya. Dan tidak ada ayat yang turun (setelahnya) untuk mengharamkannya. Sampai wafat Beliau juga tidak pernah melarangnya. Lalu seorang laki-laki mengatakan apa yang ia kehendaki berdasarkan pendapatnya sendiri.” (Bukhari, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail, al-Jami’ al-Shahih, jil:3, hal: 200, cet: al-Maktabah al-Salafiah, Qairo.)

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa diantara para sahabat Nabi SAWW sendiri terdapat perbedaan pendapat yang sangat mencolok. Oleh karena itu meyakini bahwa mutah adalah amalan sesat atau zina dan menuduh orang yang meyakininya sebagai orang yang keluar dari ajaran Islam atau sebagai pelaku zina, harus siap menerima konsekuensi yang sangat fatal. Sebab dia harus rela menuduh banyak sahabat nabi sebagai pelaku zina atau praktisi amalan sesat. Dan kita yakin bahwa mereka yang melarang nikah mutah tidak akan siap dengan konsekuensi ini.

Related posts

Leave a Reply