Selain nikah Mut’ah yang sempat dilarang di masa khalifah kedua, haji mut’ah atau yang lebih masyhur dengan sebutan haji tamattu’ juga pernah dilarang di masa khalifah kedua dan ketiga, atau lebih tepatnya di era Khalifah Ustman bin Affan.
Pada masa-masa berikutnya paku perlarangan haji tamattut’ dicabut kembali oleh Sayydina Ali. Hal di atas terekam dengan jelas di dalam kitab Sahih Bukhari (Cetakan Darul Qalam, Beirut, Kitabul Haj, jil. 1, hal. 652, hadis 1459).
Lebih jelasnya, kita bisa membaca redaksinya sebagi berikut.
Diriwayatkan dari Marwan bin Hakam, bahwa ia berkata, “Aku menyaksikan Ustman dan Ali, di mana Ustman melakukan pelarangan terhadap Haji Tamattu’. Tetapi ketika aku menyaksikan Ali, ia mewajibkan haji tamattut’ seraya berkata, ‘Aku tidak akan meninggalkan Sunnah Rasulullah Saw.’”
Pertanyaannya, apakah seseorang yang menentang Sunnah Nabi Saw. layak dijadikan sebagai Khalifah umat Islam? Apakah mungkin seorang khalifah Nabi Saw. mengeluarkan hukum yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah Saw?
Patut kita renungkan.