MUSLIMMENJAWAB.COM – Takfiri merupakan salah satu karakter yang melekat dalam gerakan Wahabi. Seperti yang sudah disebutkan dalam tulisan-tulisan sebelumnya, kemunculan kelompok tersebut yang dibarengi dengan keberhasilannya memonopoli kekuasaan di semenanjung Arab tidak lepas dari pemikiran radikal tadi.
Hal ini berawal dari pandangan yang melihat serta mengklaim kebenaran dan keutuhan Tauhid hanya berada di pihaknya saja, pada tahapan selanjutnya melirik sekitarnya kemudian mendapati berbagai perbedaan yang ada seolah seperti kotoran yang perlu dibersihkan. Sehingga slogan mereka adalah pemurnian, dan penolakan terhadap mereka berarti menolak kemurnian Tauhid yang diartikan sebagai bentuk kekafiran, syirik atau bid’ah.
Berangkat dari fenomena dan cara berpikir seperti itu, secara otomatis mereka menemukan legalitas dalam setiap agresi yang mereka lancarkan terhadap kelompok-kelompok muslim lain yang tidak sepaham atau sejalan. Sehingga bisa kita tarik kesimpulan bahwa pemikirannya tadi menjadi pondasi utama dalam bersikap pada setiap penaklukan serta kemudian berhasil membawa mereka pada kemenangannya kala itu.
Tentunya cara pandang yang mudah mengkafirkan bahkan menghalalkan darah serta harta seorang muslim disebabkan berbeda pemikiran atau pandangan ini, tidak sesuai atau dengan kata lain bertolakbelakang dengan nilai-nilai yang dibawa oleh Islam, baik itu dalam al-Quran, Sunnah Nabi Saw, atau bahkan Sunnah sahabat.
Seperti yang dinukil oleh imam Bukhari, sebagai berikut:
“Ibnu Abi Maryam berkata: Telah mengabarkan pada kami Yahya: Telah bercerita pada kami Humaid: Telah bercerita pada kami Anas dari Nabi Saw.
Berkata Ali bin Abdullah: Telah bercerita pada kami Khalid bin al-Harits, berkata: telah bercerita pada kami Humaid, berkata: Maimun bin Siyah bertanya pada Anas bin Malik: Wahai Abu Hamzah, apa yang membuat darah seorang budak serta hartanya diharamkan? Ia menjawab: Ketika seseorang bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, menghadap ke arah kiblat kita, melakukan shalat dengan shalat kita serta memakan sembelihan kita, maka ia adalah seorang muslim, untuknya apa-apa yang dimiliki oleh muslim dan baginya apa-apa yang diharuskan bagi muslim.”[1]
Dalam riwayat di atas secara gamblang Anas bin Malik menjelaskan kriteria seorang muslim yang haram untuk ditumpahkan darah serta diambil hartanya, yakni: bersyahadat, menghadap kiblat (Ka’bah), shalat dan memakan sembelihan muslim lainnya. Maka dengan hal-hal tersebut cukup bagi seseorang untuk disebut sebagai muslim dan dijaga hak-haknya.
Hal tersebut akan bertentangan dengan cara pandang takfiri (Wahabi) apabila kita tarik kembali pada awal mula berdirinya kekuasaan mereka dengan agresinya ke berbagai wilayah kaum muslimin. Dimana dalam sejarah mereka -seperti yang telah dibahas sebelum-sebelumnya- penuh dengan penumpahan darah muslimin serta perampasan harta mereka.
[1] Bukhari, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail, Shahih al-Bukhari, hal: 97, no: 393, cet: Baitul Afkar al-Dualiyah.