Muslim Menjawab – Perlu diingat, pembahasan mengenai “keadilan sahabat Nabi SAW” ini dirasa perlu, karena acapkali kelompok Syiah selalu dipojokan tatkala menyinggung perilaku kurang baik sebagian sahabat Nabi. Alasannya adalah karena sebagian besar Ulama Ahlussunah berpendapat bahwa sema sahabat Nabi itu adil. Lain halnya Syiah, mereka memandang bahwa semua sahabat tidak mutlak adil tapi ada juga sebagian dari mereka yang tidak adil.
Sebelum masuk pada pembahasan kali ini, perlu kiranya kita mengetahui definisi sahabat dalam pandangan kitab-kitab Ahlussunah. Berikut ini definisi sahabat menurut Imam Bukhari:
وَمَنْ صَحِبَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَوْ رَآهُ مِنَ المُسْلِمِينَ، فَهُوَ مِنْ أَصْحَابِهِ
“Orang yang menemani Nabi SAW atau dari kaum muslimin yang melihat beliau, maka ia adalah termasuk sahabat Nabi SAW.”
Imam Ahmad bin Hanbal pun demikian:
وقال أحمد بن حنبل: أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم كل من صحبه شهرا أو يوما أو ساعة أو رآه
“Sahabat Rosulullah SAW adalah seluruh orang yang menemaninya baik selama satu bulan atau sehari atau satu jam atau melihatnya.”
Pandangan Ahlussunnah dari lisan Imam Qurtubi mengenai sahabat:
فَالصَّحَابَةُ كُلُّهُمْ عُدُولٌ، أَوْلِيَاءُ اللَّهِ تَعَالَى وَأَصْفِيَاؤُهُ، وَخِيَرَتُهُ مِنْ خَلْقِهِ بَعْدَ أَنْبِيَائِهِ وَرُسُلِهِ. هَذَا مَذْهَبُ أَهْلِ السُّنَّةِ، وَالَّذِي عَلَيْهِ الْجَمَاعَةُ مِنْ أَئِمَّةِ هَذِهِ الْأُمَّةِ
“Seluruh sahabat itu adil, mereka adalah para wali Allah SWT dan pilihan-Nya serta sebaik-baik manusia setelah para Nabi dan Rosul. Inilah (pandangan) mazhab Ahlussunah.”
Namun pandangan ini sangat berbeda sekali dengan pandangan al-Quran, di mana tidak sedikit ayat yang mengkritisi sebagian perangai sahabat Nabi SAW. Sebagai contoh, pada pembahasan sebelumnya telah dibahas beberapa ayat maupun riwayat yang mengkritisi sebagian sahabat. Berikut ini ayat yang turun berkenaan dengan perilaku dari salah satu sahabat Nabi SAW:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan, yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat Ayat 6)
Dalam tafsir Ibnu Katsir, ayat ini turun berkaitan dengan seorang sahabat Nabi Saw bernama Walid bin Uqba yang membawakan kabar bohong sehingga ia disebut fasik oleh al-Quran.
وَكَذَا ذَكَرَ غير واحد من السلف مِنْهُمْ ابْنُ أَبِي لَيْلَى وَيَزِيدُ بْنُ رُومَانَ وَالضَّحَّاكُ، وَمُقَاتِلُ بْنُ حَيَّانَ، وَغَيْرُهُمْ فِي هَذِهِ الْآيَةِ أَنَّهَا أُنْزِلَتْ فِي الْوَلِيدِ بْنِ عُقْبَةَ، وَاللَّهُ أَعْلَمُ.
“Lebih daru satu ulama salaf yang mengatakan ini diantaranya Ibnu abi Laila, Yazid bin Ruman dan Ad-dahak, Muqatil bin Hayyan dan selainnya bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Walid bin Uqba, Wallahu A’lam.“
Maka berdasarkan itu, Syiah tidak memandang bahwa semua sahabat adil ataupun tidak adil. Kemudian, mengetahui bahwa ada sebagian sahabat Nabi yang tidak adil, tidak serta mereta mewajibkan orang untuk mencelanya apalagi hingga menghukumi apakah dia meninggal dalam keadaan baik ataukah buruk. Karena yang tahu mengenai masing-masing hakikat diri manusia adalah Allah SWT. Tugas manusia adalah berkaca kepada sejarah yang telah terjadi untuk mengambil pelajaran.