MUSLIMMENJAWAB.COM – Keutamaan yang dimiliki oleh Imam Ali AS dari berbagai sisinya sebagaimana beberapa di antaranya telah disebutkan pada seri-seri sebelumnya, membuat ia menjadi satu-satunya yang layak melanjutkan peran Nabi di tengah umat, di samping keberadaan nash yang menyatakan kekhilafahannya dan para keturunannya, yang semuanya berjumlah dua belas orang.
Inilah yang menjadi titik pembeda Syiah dalam melihat sosoknya serta keturunannya dari madzhab yang lain.
Dalam hal ini, salah satunya terdapat bukti yang menjelaskan bahwa pribadi Imam Ali AS merupakan seorang yang memiliki keilmuan yang sangat menonjol dibanding para sahabat lainnya. Hal ini dalam beberapa kesempatan bahkan diungkapkan langsung oleh baginda Nabi SAW.
Dalam sebuah silsilah sanad yang cukup panjang, hingga sampai pada Rasulullah SAW:
قال رسول الله صلّى الله عليه و سلّم: أعلم أمّتي بالسنّة والقضاء بعدي عليّ بن أبي طالب
Rasulullah SAW bersabda: “Paling berilmunya dari umatku terhadap sunnah dan qadha (ketetapan) setelahku adalah Ali bin Abi Thalib.”[1]
عن النبي صلى الله عليه وآله أنه قال : أعلم امتي من بعدي علي بن أبي طالب عليه السلام
Dari Nabi SAW, bahwasannya ia berkata: “Paling berilmunya dari umatku setelahku adalah Ali bin Abi Thalib.”[2]
Dari lisan Ummul Mukminin, Aisyah RA:
عن عائشة قالت: علي أعلم الناس بالسنة
Dari Aisyah, berkata: “Ali adalah paling berilmunya manusia terhadap sunnah.”[3]
Dari lisan Sahabat, Ibnu Abbas RA:
وعن الكلبى: قال ابن عباس: علم النبي صلى الله واله وسلم من علم الله، وعلم على من علم النبي صلى الله عليه، واله وسلم، وعلمي من علم علي، وما علمي وعلم الصحابة في علم على إلا كفطرة في سبعة أبحر.
Dari al-Kalbi, Ibnu Abbas berkata: “Ilmu Nabi SAW berasal dari Ilmu Allah SWT, dan ilmu Ali berasal dari ilmu Nabi, dan ilmuku berasal dari ilmu Ali. Dan bukanlah ilmuku serta ilmu para sahabat terhadap ilmu Ali melainkan seperti satu tetes air di hadapan tujuh laut.”[4]
Pernyataan Imam Ali AS sendiri yang menunjukkan dirinya sebagai khazanah ilmu.
وَحَدَّثَنِي أَحْمَدُ بْنُ فَتْحٍ، نا حَمْزَةُ بْنُ مُحَمَّدٍ، نا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، نا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ ثَوْرٍ، عَنْ مَعْمَرٍ، عَنْ وَهْبِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ أَبِي الطُّفَيْلِ قَالَ: ” شَهِدْتُ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَهُوَ يَخْطُبُ وَيَقُولُ: سَلُونِي فَوَاللَّهِ لَا تَسْأَلُونِي عَنْ شَيْءٍ يَكُونُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ إِلَّا حَدَّثْتُكُمْ بِهِ وَسَلُونِي عَنْ كِتَابِ اللَّهِ؛ فَوَاللَّهِ مَا مِنْهُ آيَةٌ إِلَّا وَأَنَا أَعْلَمُ بِلَيْلٍ نَزَلَتْ أَمْ بِنَهَارٍ أَمْ بِسَهْلٍ نَزَلَتْ أَمْ بِجَبَلٍ
Dari Abu Thufail, berkata: “Aku menyaksikan Ali RA sedang berkhutbah dan berkata: ‘Bertanyalah padaku, demi Allah, kalian tidak menanyakan padaku tentang sesuatu yang terjadi hingga hari kiamat melainkan aku pasti menjawabnya. Bertanyalah padaku mengenai kitab Allah, demi Allah, tidak satu pun ayat darinya melainkan aku tahu turunnya di malam hari atau siang, di gurun atau di gunung…”[5]
Tidak berhenti di situ semua bukti mengenai keilmuan Imam Ali AS dapat kita saksikan sendiri dalam berbagai ucapannya yang dimuat pada kitab-kitab hadis, khususnya kitab Nahjul Balaghah yang secara khusus mengumpulkan sebagian warisan perkataan Imam Ali AS yang mengandung unsur Balaghah. Kitab ini bahkan telah dibuatkan Syarah-nya (penjelasan) oleh Ibnu Abil Hadid, seorang ulama yang disebutkan bermadzhab Syafi’i dan ahli di bidang sastra arab dan keilmuan agama lainnya. Ia merupakan ulama yang hidup pada abad ke-6 H. Karyanya tersebut masih ada dan menjadi bahan pembahasan hingga saat ini.
[1] Kifayat at-Thalib Fi Manaqib Ali bin Abi Thalib, hal 332.
[2] Al-Manaqib, jil: 1, hal: 82, Muassasah Nasyr al-Islami.
[3] Tarikh Madinah Dimasyq, jil: 42, hal: 408, Darul Fikr, Beirut.
[4] Yanabi’ul Mawaddah, jil: 1, hal: 82, Muassasah A’lami Lil Mathbuat, Beirut.
[5] Jamiul Bayan wa Fadhlih, jil: 1, hal: 464, Dar Ibnu al-Jawzi.