Muslim Menjawab – Pembagian iradah (ketetapan) dibagi menjadi Takwiniah dan Tasyri’iyyah merupakan pembagian yang telah diketahui. Secara umum, iradah takwiniah Tuhan berkaitan dengan penciptaan sesuatu di alam keberadaan ini, maka iradah takwiniah tidak pernah berbeda dan melenceng dengan muradnya (sesuatu yang diiradahkan-Nya)
Allah Swt berfirman:
إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
“Sesungguhnya ketetapan-Nya, jika Dia menghendaki sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka, jadilah (sesuatu) itu.” (Yasin: 82)
Akan tetapi jikalau iradahNya berkaitan dengan hukum atau aturan syariat, supaya hamba-Nya menjalankan taklif-taklif (tugas) yang tersedia, maka itu disebut sebagai iradah tasyri’iyyah. Contohnya seperti pembuatan syariat (aturan), sedangkan apa yang dilakukan mukallaf dalam menjalankan taklif adalah tujuan dari penetapan syariat tersebut, yang terkadang tercapai tujuan tersebut dan terkadang tidak.
Berdasarkan qarinah (konteks dan keterangan penyerta) yang ada di dalam ayat ini menunjukkan bahwa iradah yang di maksud adalah iradah takwiniah dan bukan tasyri’iyyah. Yaitu iradah Allah Swt dalam ayat itu berkaitan dengan menjauhkan segala kekotoran (bathin) dari Ahlulbait as dan membersihkan mereka dari segala hal yang tidak disukai. Maka iradah tersebut adalah iradah takwiniah seperti halnya iradah Allah Swt dalam penciptaan sesuatu di alam realitas ini.
Argumentasi bahwa iradah di dalam surat al-ahzab 33 adalah takwiniah:
- Iradah tasyri’iyyah tidak dikhususkan untuk suatu kelompok manusia tertentu, melainkan berlaku umum untuk seluruh umat manusia, seperti halnya Allah Swt menentukan syariat wudhu dan tayammum ketika tidak menemukan air:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِّنْهُ ۗمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ حَرَجٍ وَّلٰكِنْ يُّرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهٗ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berdiri hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku serta usaplah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai kedua mata kaki. Jika kamu dalam keadaan junub, mandilah. Jika kamu sakit,202) dalam perjalanan, kembali dari tempat buang air (kakus), atau menyentuh203) perempuan, lalu tidak memperoleh air, bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menjadikan bagimu sedikit pun kesulitan, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu agar kamu bersyukur. (Al-Maidah:6)
2. Namun dalam ayat 33 Alahzab, Allah Swt mengkhususkan iradahnya kepada sebagian person tertentu, dengan kata jamak secara khusus dalam sebuah kata “Ahlulbait”, dan juga dikhususkan pada khitob yang dimaksud:
عَنْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ
Dari kalian (yakni khusus untuk) Ahlulbait
Dan bukan selainnya, maka pengkhususan iradah terhadap khumpulan manusia secara khusus di dalam ayat tersebut, menunjukkan bahwa iradah yang dimaksud tidak adalah iradah takwiniah.
3. Banyak qarinah yang jelas dan kuat di dalam ayat tersebut menunjukkan iradah takwiniah, adapun iradah tasyri’iyyah tidak memerlukan qarinah – qarinah sebagai berikut:
- Allah Swt memulai dengan kata hasr (pengkhususan) yakni innamâ, sehingga tak mungkin iradah yang dikhususkan terkait pada iradah tasyri’iyyah, karena seperti yang pernah disebutkan bahwa iradah tasyri’iyyah umum untuk seluruh mukallaf.
- Allah Swt telah menentukan objek iradah-Nya secara khusus, yakni dengan :
أَهْلَ الْبَيْتِ
Dengan menggunakan manshub yang menunjukkan ikhtishah (pengkhususan) sehingga takdirnya menjadi :
أخصّكم أهل البيت
(Aku khususkan untuk kalian Ahlulbait)
- Objek iradah-Nya diiringi dengan penekanan dan penegasan, seperti yang disebutkan dalam ayat tersebut:
لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ
لِيُطَهِّرَكُمْ
- Begitu juga penekanan dan penegasan dengan menggunakan mashdar setelah kata kerja;
و يطهّرهم تطهيراً
Allah Swt dalam ayat tersebut menggunakan bentuk kata Masdar nakirah dan ini tentunya menjadi dalil ikbâr (mengagungkan kedudukan) dan I’jâb (memberikan kekaguman), sehingga bisa kita maknai bahwa Ahlulbait as itu disucikan dengan sesuci-sucinya dengan kesucian yang agung dan mengagumkan
4. Surat Al-Ahzab 33 pun menunjukkan isyarah pada al-madh wa at-tsuna yakni pujian dan sanjungan, sehingga pujian atau sanjungan ini tidak cocok untuk kedudukan iradah tasyri’iyyah.