Kelompok Wahabi Mengubah Tempat Kelahiran Nabi Saw Jadi Pasar Hewan

MUSLIMMENJAWAB.COM – Sudah banyak diulas pada seri sebelumnya seputar persekongkolan antara keluarga kerajaan Saudi dengan tokoh-tokoh Wahabi yang kemudian terejawantahkan dalam bentuk invasi-invasi yang dilakukan dalam rangka melebarkan kekuasaan kerajaan Saudi pada satu sisi dan penyebaran ajaran Wahabi pada sisi lainnya.

Dalam upayanya melakukan penyebaran paham Wahabi, kita saksikan bahwa kelompok ini sering sekali melakukan penghancuran-penghancuran terhadap berbagai situs-situs suci umat Islam yang dianggap sebagai pusat-pusat kesyirikan; baik berupa perataan kuburan maupun tempat-tempat bersejarah lainnya.

Read More

Perusakan tempat suci dan bersejarah lainnya yang dapat dianggap sebagai pelecehan serta penghinaan terhadap umat Islam dan agama Islam itu sendiri adalah pengalih fungsian tempat bersejarah kelahiran Nabi Saw menjadi pasar jual beli hewan oleh kelompok ini.

Demikian Yusuf bin Sayyid Hakim al-Rifai merekam jejak kejahatan sejarah tersebut di dalam bukunya:

“Kalian terus saja berusaha dan menjadikan penghancuran jejak-jejak peninggalan terbaik Rasulullah Saw sebagai kebiasan kalian. Yaitu tempat mulia dimana Beliau dilahirkan. Dihancurkan lalu dijadikan pasar hewan. Sekalipun kemudian sebagian dari orang-orang saleh dengan menggunakan trik tertentu berhasil mengubahnya menjadi perpustakaan yang diberi nama “Maktabah Makkah al-Mukarramah.[1]

Di dalam kutipan di atas penulis mencatat peristiwa tersebut dalam bentuk protes yang ia tujukan kepada kelompok Wahabi atau Najd.

Dan dari catatan ini kita dapat memahami bahwa kelompok Wahabi dengan berbagai alasan yang dimiliki telah melakukan penghilangan ataupun penghancuran tempat bersejarah umat Islam.

Penghilangan tempat bersejarah ini tentu saja akan sangat berefek terhadap sisi sejarah Islam, terutama keberadaan sosok agung pembawa risalah Islam itu sendiri; yaitu nabi Muhammad Saw.

Dengan alasan bahwa penghilangan bukti-bukti sejarah ini dikhawatirkan dikemudian hari akan menyeret sekelompok orang untuk kemudian mempertanyakan keberadaan sosok agung ini dan menempatkannya sebagai tokoh fiktif. Sebab dianggap sebagi sosok yang tidak meninggalkan jejak yang dapat disaksikan sama sekali.

Oleh karena itu penghancuran-penghancuran yang dilakukan kelompok ini sebenarnya merupakan kesalahan besar yang tidak dapat dimaafkan serta dilupakan begitu saja karena pada dasarnya berdampak secara langsung terhadap agama Islam itu sendiri.


[1] Al-Rifa’i, Yusuf bin Sayyid Hakim, Nashihah Li Ikhwanina Ulama Najd, hal: 60, cet: al-Maktabah al-Takhassusiah li al-Rad Ala al-Wahhabiayah, pertama, 1420 H/ 2000 M.

Related posts

Leave a Reply