Pandangan Ulama Terhadap Hadis Wasiat

MUSLIMMENJAWAB.COM – Kepercayaan sekte al-Yamani yang dibangun berdasarkan keterangan yang menyebutkan adanya pemerintahan pasca imam ke-12, yaitu berlanjut dengan 12 Mahdi sebagaimana yang tercatat di dalam hadis dinamai sebagai hadis wasiat, memiliki begitu banyak masalah untuk bisa diterima, baik dari segi sanad maupun kandungannya.

Keberadaan riwayat atau hadis ini sendiri adalah ternyata sudah dari sejak dulu mendapatkan perhatian khusus dari para ulama. Mereka mengkaji, mempelajari serta membandingkannya dengan riwayat-riwayat lainya yang sahih bahkan mutawatir.

Read More

Syekh Mufid (413 H) di dalam kitabnya menyinggung pembahasan hadis ini, ia menyebutkan:

“Dan tidak ada satu pun pemerintahan bagi seseorang, setelah pemerintahan Al-Qaim (imam Mahdi As), kecuali apa yang diberitakan dalam sebuah riwayat tentang bangkitnya putra al-Qaim. Namun riwayat tersebut belum masuk pada tingkatan Qath’i (sudah pasti munculnya dari maksum) atau tetap. Dan banyak dari riwayat yang menyebutkan bahwa imam Mahdi umat ini As tidak akan tidak akan berlalu melainkan hingga sebelum terjadinya kiamat dengan jarak 40 hari. Pada saat itu terjadi kekacauan, juga tanda keluarnya orang-yang telah mati dan bangkitnya hari pembalasan demi hisab maupun pembalasan, dan Allah Swt maha mengetahui dengan apa yang akan terjadi dan Dialah sang pemilik taufik bagi kebenaran, dan kepada-Nya kita meminta penjagaan dari kesesatan, dan kepada-Nya kita memohon petunjuk kepada jalan kebenaran. (dan semoga shalawat Allah tercurahkan kepada junjungan kita Muhammad sang nabi dan keluarganya yang suci).”[1]

Begitu pula Ali bin Yunus al-Bayadhi (877 H), seorang alim di bidang kalam dalam kitabnya terkait persoalan hadis wasiat menjelaskan:

“Saya katakan: Riwayat ini (hadis wasiat) adalah riwayat Ahad (periwayatannya tidak mencapai mutawatir), menghasilkan Dzan (sangkaan), sementara masalah Imamah (kepemimpinan) adalah ilmiah (persoalan yakin) dan juga karena nabi Saw (dalam riwayat wasiat) tidak menjelaskan orang-orang terakhir (12 Mahdi) dengan nama-namanya, dan tidak mengungkapkan sifat-sifat mereka, sedangkan adanya kebutuhan untuk mengenal mereka, maka hal ini melazimkan penundaan penjelasan dari kebutuhan, dan tambahan (bagian yang menyebutkan 12 Mahdi) dalam hadis ini juga adalah hal yang ganjil yang bertentangan dengan (hadis) yang masyhur.”[2]

Setelah itu ia menjelaskan jika ada yang berkata bahwa tidak ada kontradiksi antara kedua hadis itu (hadis wasiat dengan hadis masyhur tentang 12 imam) sebab maksud dari riwayat-riwayat tersebut sama, dalam hal menetapkan 12 imam setelah nabi Muhammad Saw. Ia mejawab bahwa jika demikian maka itu adalah kesia-siaan atau pengelabuan dalam menyebut jumlah 12. Sebab dalam banyak riwayat yang disebutkan adalah 12 imam setelah nabi, yang mana 9 dari mereka adalah keturunan dari imam Husein As (imam ke-3). Begitu juga dalam banyak riwayat menyebut 12 imam itu sebagai hujjah Allah Swt bagi manusia.[3]

Catatan: Hujjah adalah bukti yang tidak bisa disangkal dalam kasus ini, sosok imam adalah hujjah bermakna bahwa keberadaan mereka sebagai sosok pengarah, pembimbing, perantara dan pemimpin bagi manusia sehingga nanti di hari pembalasan tidak ada celah atau alasan bagi manusia ketika diminta pertanggungjawaban.

Berangkat dari itu apabila kita kembali melihat hadis wasiat, maka kita akan bertanya-tanya apakah 12 Mahdi yang muncul setelah 12 imam itu merupakan hujjah Allah Swt juga atau bukan? Jawabannya jika iya, maka mengapa nabi dalam hadis wasiat tidak menyatukan mereka menjadi 24 (sebab fungsi dan tugasnya sama) dan memisahkannya dengan 12 imam dan 12 Mahdi adalah hal yang sia-sia seperti yang sudah dijelaskan. Jika jawabannya tidak, mereka bukan hujjah, maka hal ini bertentangan dengan keterangan yang menjelaskan bahwa bumi ini tidak akan pernah kosong dari hujjah Allah Swt, juga bertolakbelakang dengan kesimpulan-kesimpulan logis dan filosofis akan kehadiran hujjah Allah Swt di tengah manusia. Sebab jika demikian, apabila masa 12 imam telah berakhir dan masuk pada masa 12 Mahdi, maka saat itu bumi akan kosong dari hujjah Allah Swt.

Adapun syekh Hur al-Amili (1104 H), seorang ulama hadis abad 11 Hijriah ini mencatat:

“Saya katakan: Riwayat ini tidak menghasilkan ilmu dan yakin disebabkan banyaknya kontradiksi, karena hadis-hadis yang muktabar dan riwayat-riwayat sahih yang mutawatir sangat jelas dalam membatasi para imam dalam jumlah 12, dan yang ke-12 dari mereka adalah penutup para washi, imam dan khalifah… dan pembahasan penting seperti ini melazimkan Tawatur dalam pengkabarannya seperti hal-hal lainnya yang mewajibkan kita untuk menyakininya, maka bagaimana (di satu sisi) masuk (riwayat) dari jalur yang sedikit atau langka dan masuk (riwayat lain) penentangnya dengan kekuatan (kuat jalurnya) yang telah disebutkan tadi.”[4]

Demikianlah terlihat bahwa hadis wasiat ini dalam kaca mata ulama tidak memiliki kekuatan jika dibandingkan dengan riwayat 12 imam yang muktabar dan menjadi asas keyakinan atau akidah Islam. Belum lagi ditambah dengan isi atau kandungannya yang menuai berbagai kritikan ilmiah, sehingga dalam hal ini hadis tersebut tidak bisa kita terima atau bahkan dijadikan dalil.


[1] Syekh Mufid, Muhammad bin Muhammad bin Nu’man, Al-Irsyad Fi Ma’rifati Hujajillah Alal I’bad, jil: 2, hal: 387.

[2] Al-Bayadhi, Ali bin Yunus, As-Shirathal Mustaqim Ila Mustahaqi At-Taqdim, jil: 2, hal: 153-154.

[3] Ibid.

[4] Hur al-Amili, Muhammad bin Husein, Al-Fawaid At-Thusiah, hal: 117.

Related posts

Leave a Reply