MUSLIMMENJAWAB.COM – Pada pembahasan sebelumnya, penulis telah membeberkan tentang sikap orang Syiah dalam menghormati Ka’bah dan Karbala. Di tulisan tersebut, penulis menghadirkan argumentasi yang diambil dari ulama kesohor Syiah yang menegaskan tentang kemuliaan Ka’bah.
Artinya, hal itu telah mematahkan tuduhan para pembenci Syiah, yang menuduh orang Syiah lebih menghormati Karbala daripada Ka’bah. Jika pada tulisan tersebut, penulis hanya membahas perihal kemuliaan Ka’bah di tengah ulama Syiah, maka untuk menyempurnakan tulisan itu, di sini penulis akan menyinggungnya secara lebih mendetail.
Saking agung dan mulianya kedudukan Ka’bah di tengah-tengah orang Syiah, ada beberapa riwayat yang perlu kita simak bersama, sehingga asumsi kita tentang mereka soal lebih mengagungkan Karbala daripada Ka’bah segera terlurusakan. Dan pandangan miring tentang itu segera terhapus dari benak kita.
Riwayat yang penulis maksud adalah tentang kewajiban haji ke baitullah, Ka’bah bagi orang Syiah. Jika kita perhatikan, hal ini juga wajib di mazhab lainnya, hanya saja dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan. Yang hendak penulis tegaskan di sini adalah tidak diperbolehkan menunda-nunda haji di dalam keyakinan Syiah.
Sayyid Muhammad Kadzim Thaba’thaba’i, ulama kenamaan Syiah di dalam kitabnya yang berjudul Urtwatul Wutsqa menulis riwayat dari Imam Shadiq (Imam keenam mazhab Syiah) sebagai berikut.
أَبُو عَلِيٍّ الْأَشْعَرِيُّ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الْجَبَّارِ عَنْ صَفْوَانَ بْنِ يَحْيَي عَنْ ذَرِيحٍ الْمُحَارِبِيِّ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ عليه السلام قَالَ: مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَحُجَّ حَجَّةَ الْإِسْلَامِ لَمْ يَمْنَعْهُ مِنْ ذَلِكَ حَاجَةٌ تُجْحِفُ بِهِ أَوْ مَرَضٌ لَا يُطِيقُ فِيهِ الْحَجَّ أَوْ سُلْطَانٌ يَمْنَعُهُ فَلْيَمُتْ- يَهُودِيّاً أَوْ نَصْرَانِيّا.
“Barang siapa mati dan tidak melakukan ibadah haji, sementara tidak ada yang menghalanginya dari beribadah haji, seperti kebutuhan yang mendesak, sakit atau penguasa yang menghalanginya dari beribadah haji, maka ia mati dalam keadaan beragama Yahudi dan Nasrani.”[1]
Dari riwayat di atas, sudah jelas, bahwa kewajiban beribadah haji dalam mazhab Syiah sangat ditegaskan bagi mereka yang mampu dan yang tidak memiliki halangan. Sedangkan, kalau kita kembali kepada perkara ziarah Karbala, maka hukumnya tidaklah wajib, bahkan hukumnya Sunnah. Artinya, dengan melihat perbedaan dari keduanya, maka tuduhan kalau orang-orang Syiah lebih memuliakan Karbala daripada Ka’bah jelas terbantahkan.
Terkait dengan hukum sunnah ziarah ke makam Imam Husain (Karbala), Allamah Hilli, ahli fikih dalam mazhab Syiah menulis di dalam kitabnya yang berjudul Tadzqiratul Fuqaha sebagai berikut.
مسألة 770: تستحب زيارة الحسين عليه السلام.
“Masalah 770: Ziarah ke makam Imam Husain (Karbala) hukumnya musutahab (sunnah).”[2]
Dengan menyaksikan riwayat dan fatwa di atas, maka jelas bahwa Syiah adalah mazhab yang sama dengan mazhab Islam kebanyakan, dalam hal memandang mulia Ka’bah dan mewajibkan penganutnya untuk beribadah haji ke Baitullah. Bukan Beribadah haji ke Karbala, sebagaimana tuduhan yang digemborkan selama ini.
[1] Urwatul Wutsqa, Sayyid Muhammad Kadzim Thaba’thaba’i, Juz 12, hal. 209. Penerbit: Mu’asasah As-Sibthain Alaihima Salam, Qom-Iran
[2] Tadzqiratul Fuqaha, Allamah Hilli, jilid 7, hal. 453, Penerbit: Mu’asasah Alulbait Li Ihya’I Thurats, Qom-Iran