MUSLIMMENJAWAB.COM – Kemunculan al-Mahdi di akhir zaman merupakan salah satu pilar keyakinan yang wajib diyakini oleh seorang muslim, mengingkarinya akan membuat orang tersebut keluar dari wilayah Islam atau kafir. Setidaknya ini adalah kesimpulan yang bisa diambil dari salah satu fatwa yang dikeluarkan oleh Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (wafat 1420 H), seorang mufti dan ulama besar dari Saudi serta terkenal dengan sebutan Syeikh bin Baz.
Pada tulisan sebelumnya kita telah melihat pandangan Albani terkait hal serupa yakni pengingkaran terhadap keyakinan al-Mahdi serta bagaimana sikapnya dalam menunjukkan ketidaksetujuannya dengan penginkaran tersebut.
Dalam kesempatan ini, kita akan melihat hal yang serupa, namum dari sudut pandang hukum, yang dikemukakan oleh Syeikh bin Baz yang tercatat dalam buku fatwa-fatwanya sebagai berikut:
Pertanyaan: Kami mendapati orang yang mengingkari Dajjal, al-Mahdi, turunnya Isa As dan Ya’juj dan Ma’juj serta tidak memiliki sedikitpun keyakinan terhadap hal-hal tersebut juga mendakwakan ketidaksahihan hadis-hadis yang bersangkutan, dengan mengetahui bahwa orang tersebut tidak memiliki pemahaman di dalam ilmu hadis dan selainnya. Dan hal-hal ini telah diperdebatkan oleh para ulama, namun orang tadi mengklaim bahwa seluruh hadis yang berbicara mengenai masalah ini adalah kebohongan terhadap Nabi Saw dan disusupkan ke dalam Islam sementara ia juga mengerjakan shalat, puasa dan kewajiban-kewajiban lainnya. Maka bagaimana hukumnya?
Jawab: Orang seperti ini adalah kafir Wal Iyadzu Billah, sebab ia telah mengingkari sesuatu yang telah tetap dari Rasulullah Saw. Apabila para ulama telah menjelaskan dan menerangkan padanya dan dengan itu ia masih bersikeras membohongkan dan mengingkarinya, maka ia adalah kafir, sebab orang yang membohongkan Rasul Saw adalah kafir, dan orang yang membohongkan Allah adalah kafir. Dan hadis-hadis tersebut telah terbukti kesahihan dan kemutawatirannya dari Rasulullah Saw dalam hal turunnya al-Masih putra Maryam dari langit di akhir zaman, keluarnya Ya’juj dan Ma’juj dan keluarnya Dajjal di akhir zaman serta kedatangan al-Mahdi. Semua ini (empat hal) adalah tetap: al-Mahdi di akhir zaman akan memenuhi bumi dengan keadilan setelah (sebelumnya) dipenuhi dengan kezaliman, turunnya al-Masih putra Maryam, keluarnya Dajjal di akhir zaman dan keluarnya Ya’juj dan Ma’juj, semua ini telah tetap dengan hadis-hadis yang sahih serta mutawatir dari Rasulullah Saw, maka mengingkarinya adalah sebuah kufur (kekafiran) dan kesesatan.
Adapun Dajjal, al-Masih putra Maryam serta Ya’juj dan Ma’juj, ketiga hal ini tidak ada lagi keraguan dan waswas di dalamnya, sebab hadis-hadis dari Rasulullah Saw terkait hal-hal tersebut telah mencapai derajat mutawatir. Adapun perihal al-Mahdi, hadis-hadisnya juga telah mencapai derajat mutawatir dan beberapa orang telah menceritakan bahwasannya itu secara mutawatir diriwayatkan dari Nabi, namun bagi sebagian orang terdapat masalah dan Tawaqquf (berhenti), maka terkadang terjadi Tawaqquf dalam hal kekafiran orang yang mengingkari al-Mahdi.
Adapun yang mengingkari Dajjal atau al-Masih putra Maryam atau Ya’juj dan Ma’juj, maka tidak ada keraguan lagi dalam kekafirannya dan juga tidak ada Tawaqquf. Sementara Tawaqquf itu hanya dalam hal orang yang mengingkari al-Mahdi saja, maka masalah ini terkadang dikatakan dengan Tawaqquf dalam hal kekafiran dan keluarnya dari Islam, sebab sebelumnya ada orang-orang yang mempermasalahkan hal itu, sementara yang lebih jelas dan dekat dalam hal ini adalah kekafirannya (orang yang mengingkari al-Mahdi). Adapun yang berkaitan dengan (orang yang mengingkari) Ya’juj dan Ma’juj Dajjal serta al-Masih putra Maryam maka ia telah kafir.[1]
Dari pernyataan di atas terlihat bagaimana Syeikh bin Baz menjabarkan persoalan hukum bagi orang yang mengingkari keyakinan tentang akhir zaman yang berasal dari riwayat-riwayat yang ada. Di sana terdapat empat hal yang disebutkan yang mana salah satunya adalah berkaitan dengan keyakinan terhadap kemunculan al-Mahdi di akhir zaman. Dalam hal ini meskipun terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama serta terjadi tawaqquf -atau dengan kata lain berhenti dalam memberikan penghukuman bagi orang yang mengingkarinya dengan kafir atau bukan-, namun secara tegas Syeikh bin Baz menyebutkan bahwa yang lebih tepat dalam hal ini (pengingkaran terhadap al-Mahdi) adalah menyebabkan kekafiran.
[1] Fatawa Nur ala ad-Darb, jil: 1, hal: 355-356.